Soal Sistem Belajar Online di Masa Pandemi, DPR Minta Tenaga Pengajar Mengubah Pola Pikir
Tidak ada lagi aktifitas pembelajaran di ruang-ruang kelas sebagaimana lazimnya dilakukan oleh tenaga pendidik, baik itu oleh guru maupun dosen.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Praktik pendidikan di masa Pandemi COVID-19 ini terpaksa dilakukan dengan sistem belajar daring (online). Hal itu dilakukan di semua tingkatan, mulai SD (sekolah dasar) hingga perguruan tinggi.
Tidak ada lagi aktifitas pembelajaran di ruang-ruang kelas sebagaimana lazimnya dilakukan oleh tenaga pendidik, baik itu oleh guru maupun dosen.
Terkait hal tersebut, Anggota Komisi VIII DPR RI Nurhadi menyatakan, di masa Pandemi COVID-19 ini, tenaga pengajar harus mengubah pola pikir bahwa belajar daring ini diharapkan bisa lebih efisien, efektif, hemat dan tepat sasaran.
Baca: Sering Digunakan untuk PJJ, Nadiem Pastikan Aplikasi Whatsapp Masuk Dalam Kuota Belajar
“Membicarakan pembelajaran daring, tentu kita tidak lepas dari tenaga pendidik. Di masa pandemi ini, kita harus melakukan beberapa perubahan cara berpikir,” ujarnya, dalam Webinar Forum Diskusi Publik Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama DPR RI dengan tema “Optimalisasi Teknologi Informasi di Masa Pandemi bagi Mahasiswa dan Tenaga Pendidik Madrasah”, Selasa (29/9/2020).
Ia menambahkan, sistem ini harus dibarengi dengan tenaga pendidik yang melek teknologi atau tidak gagap dengan teknologi. Harus inovatif dalam membuat model dan strategi pembelajaran yang sesuai dengan era Pandemi COVID-19 ini.
Selain itu, pendidik juga harus adaptif dalam arti bisa memanfaatkan media daring yang kompleks dan dikemas dengan efektif, mudah diakses dan mudah dipahami oleh murid atau mahasiswa.
Baca: Nadiem Terima Keluhan Masyarakat Soal Borosnya Kuota Internet Selama PJJ
Kendati demikian, Nurhadi tidak memungkiri bahwa masih ada beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran daring diantaranya terkait media pembelajaran.
"Dilihat dari sekitar kita yang selama ini sering terjadi biasanya di madrasah, siswa maupun orang tua siswa ini yang tidak memiliki handphone untuk menunjang kegiatan pembelajaran daring ini tentu merasa kebingungan. Jadi ini yang menjadi PR kita bersama," tegas dia.
Selain itu, ketersediaan kuota internet pun menjadi hal yang perlu dipikirkan Pemerintah. Biaya yang tinggi cukup membebani orang tua murid atau siswa.
“Termasuk juga perlu dipikirkan bahwa tenaga pendidik ini juga membutuhkan (kuota internet). Kuota untuk kebutuhan ini menjadi melonjak. Saat ini banyak para orang tua siswa atau mahasiswa yang tidak siap untuk menambah anggaran anaknya untuk membeli kuota,” bebernya.
Sementara, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah membangun 501.112 titik layanan publik yang tersebar diseluruh Indonesia. Tujuannya, dapat membantu proses belajar daring di wilayah pelosok untuk mendapatkan akses telekomunikasi yang berkualitas.
Mengingat, di masa pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) akses komunikasi menjadi tulang punggung dalam aktivitas produktif masyarakat.
"Jumlah total titik layanan publik yang sudah dibangun mencapau 501.112 titik," ujar Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Kominfo Widodo Muktiyo.
Tak hanya itu, Kementerian Kominfo juga telah melakukan koordinasi dengan seluruh operator seluler untuk memberikan potongan harga kepada masyarakat terdampak Covid-19. Termasuk kepada peserta didik dan pendidik yang melakukan pembelajaran jarak jauh saat ini.
Tercatat, setiap bulannya para operator ikut berkontribusi dalam bentuk potongan harga selama pandemi bentuk yang diberikan antara lain: Telkomsel memberikan diskon sebesar Rp1,4 triliun, Telkom Fixed memberikan diskon sebesar Rp156 miliar, Indosat Rp130 miliar, XL Axiata sebesar Rp82 miliar, Smart Telekom sebesar Rp50 miliar, H3I (Tree) sebesar Rp3 miliar, dan Sampurna Telekom Rp2 miliar.