Pengurangan Hukuman Koruptor Dikritik karena Tidak Memberikan Efek Jera, Ini Penjelasan MA
Pengurangan hukuman untuk koruptor banjir kritikan karena dinilai tidak memberikan efek jera, ini penjelasan MA.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
ICW juga menyarankan agar KPK mengawasi persidangan PK di masa mendatang.
Penjelasan MA soal pengurangan hukuman koruptor
Pihak Mahkamah Agung menjawab kritikan sejumlah pihak terkait pemotongan hukuman bagi terpidana koruptor setelah peninjauan kembali (PK) yang mereka ajukan dikabulkan oleh MA.
Juru Bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro menegaskan, permohonan PK yang dikabulkan MA merupakan koreksi atas kekeliruan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
"Bukan tidak mungkin dalam putusan tersebut terdapat kesalahan atau kekeliruan yang merupakan kodrat manusia."
"Termasuk hakim yang memeriksa dan memutus perkara," kata Andi, Kamis (1/10/2020), masih dari Kompas.com.
Baca: Jumlah Perkara pada 2020 Cenderung Meningkat, MA Perketat Protokol Kesehatan
Baca: MA Korting Hukuman Anas Urbaningrum, Pimpinan DPR: Mari Kita Hormati
Ia menjelaskan, ada tiga alasan yang dapat menjadi dasar terpidana atau ahli warisnya mengajukan PK.
Yaitu adanya novum atau bukti baru, ada pertentangan dalam putusan atau antarputusan, serta ada kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata.
Andi mengatakan, jika alasan tersebut cukup beralasan dan terbukti, tentu MA dapat mengabulkan PK yang diajukan.
Ia menambahkan, setiap putusan hakim pun wajib mempertimbangkan keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa.
Hal inilah yang juga sering dijadikan perimbangan majelis hakim PK untuk mengurangi hukuman terpidana.
"Misalnya peran terpidana hanya membantu dia bukan pelaku utama sementara pidana yang dijatuhkan dinilai terlampau berat," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com/Ardito Ramadhan)