Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Alasan PKS dan Demokrat Tolak RUU Cipta Kerja Disahkan: Kemudahan Pekerja Asing hingga Hak Pekerja

Hal ini setelah Pemerintah dengan DPR dan DPD telah menyetujui RUU Cipta kerja untuk dibawa ke pengambilan keputusan tingkat II pada rapat paripurna

Penulis: Daryono
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
zoom-in Alasan PKS dan Demokrat Tolak RUU Cipta Kerja Disahkan: Kemudahan Pekerja Asing hingga Hak Pekerja
TRIBUN JATENG/TRIBUN JATENG/HERMAWAN HANDAKA
Ratusan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Provinsi Jawa Tengah melakukan demo di depan halaman Kantor Dewan Provinsi Jateng yang intinya 'Menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja' yang justru isinya mendegradasi kesejahteraan buruh, Selasa (25/08/20). (Tribun Jateng/Hermawan Handaka) 

TRIBUNNEWS.COM - Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (RUU) Cipta Kerja bakal segera disahkan.

Hal ini setelah Pemerintah dengan DPR dan DPD telah menyetujui RUU Cipta kerja untuk dibawa ke pengambilan keputusan tingkat II pada rapat paripurna DPR.

Persetujuan itu diambil dalam dalam Rapat pengambilan keputusan tingkat I Badan Legislasi DPR pada Sabtu (3/1/2020) malam.

Dalam agenda pengambilan keputusan tingkat I, masing-masing Fraksi DPR menyampaikan pandangan mini fraksi mengenai RUU Cipta Kerja.

Dari 9 fraksi, sebanyak 7 fraksi menerima RUU Cipta Kerja dan 2 fraksi menolak RUU Cipta Kerja.

Baca: Pengamat: Pembahasan RUU Cipta Kerja Terburu-buru dan Tidak Lewat Kajian Mendalam

Ketujuh fraksi yang menerima adalah Fraksi PDIP, Fraksi Golkar, Fraksi Gerindra, Fraksi Nasdem, Fraksi PKB, Fraksi PPP dan Fraksi PAN.

Sedangkan 2 fraksi yang menolak adalah Fraksi PKS dan Fraksi Demokrat.

Berita Rekomendasi

Apa alasan Fraksi PKS dan Fraksi Demokrat menolakj RUU Cipta Kerja?

Alasan PKS Tolak RUU Cipta Kerja

Dikutip dari laman resmi PKS, pks.id, Minggu (4/10/2020), Anggota Baleg DPR RI FPKS, Ledia Hanifa Amaliah, menyatakan arah dan jangkauan pengaturan dari RUU Cipta Kerja telah berdampak terhadap lebih dari 78 undang-undang.

"Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menyadari bahwa substansi pengaturan yang terdapat dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja memiliki implikasi yang luas terhadap praktik kenegaraan dan pemerintahan di Indonesia sehingga diperlukan pertimbangan yang mendalam apakah aspek formil dan materil dari undang-undang tersebut sejalan dengan koridor politik hukum kebangsaan yang kita sepakati bersama", papar Anggota Komisi X DPR RI ini.

Ledia menambahkan ada beberapa catatan Fraksi PKS DPR RI.

Pertama Fraksi PKS memandang pembahasan RUU Cipta Kerja pada masa pandemic Covid-19 ini menyebabkan terbatasnya akses dan partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan, koreksi dan penyempurnaan terhadap RUU Cipta Kerja.

"Banyaknya materi muatan dalam RUU ini semestinya disikapi dengan kecermatan dan kehati-hatian."

"Pembahasan DIM yang tidak runtut dalam waktu yang pendek menyebabkan ketidak optimalan dalam pembahasan."

"Padahal Undang-undang ini akan memberikan dampak luas bagi banyak orang, bagi bangsa ini," terang Ledia.

Baca: KSBSI Klaim Tak Akan Ikut AksI Mogok Nasional Tolak RUU Cipta Kerja, Ini Alasannya

Ketiga, lanjut Ledia, FPKS memandang RUU Cipta Kerja ini tidak tepat membaca situasi, tidak akurat dalam diagnosis, dan tidak pas dalam menyusun resep.

Meski yang sering disebut adalah soal investasi, pada kenyataannya persoalan yang hendak diatur dalam Omnibus Law bukanlah masalah-masalah utama yang selama ini menjadi penghambat investasi.

"Contoh ketidak tepatan ini adalah formulasi pemberian pesangon yang tidak didasarkan atas analisa yang komprehensif. Hanya melihat pada aspek ketidakberdayaan pengusaha tanpa melihat rata-rata lama masa kerja pekerja yang di PHK. Sehingga nilai maksimal pesangon itu semestinya tidak menjadi momok bagi pengusaha", papar Sekretaris Fraksi PKS DPR RI ini.

Keempat, imbuhnya, secara substansi F-PKS menilai sejumlah ketentuan dalam RUU Cipta Kerja masih memuat substansi yang bertentangan dengan politik hukum kebangsaan yang kita sepakati pasca amandemen konstitusi.

"Ancaman terhadap kedaulatan negara melaui pemberian kemudahan kepada pihak asing. Termasuk juga ancaman terhadap kedaulatan pangan kita RUU Cipta Kerja memuat substansi pengaturan yang berpotensi menimbulkan kerugian terhap tenagakerja atau buruh melaui perubahan beberapa ketentuan yang lebih menguntungkan pengusaha. Terutama pada pengaturan tentang kontrak kerja, upah dan pesangon," ungkapnya.

RUU Cipta Kerja, kata Ledia, memuat pengaturan yang berpotensi menimbulkan kerusakan terhadap kelestarian lingkungan hidup.

Dalam pasal 37 RUU Cipta Kerja terkait perubahan UU Kehutanan, ketentuan penyediaan luas minimum 30 persen untuk fungsi kawasan hutan dari Daerah Aliran Sungai (DAS) dihapus.

"RUU Cipta Kerja memberikan kewenangan yang sangat besar bagi Pemerintah namun kewenangan tersebut tidak diimbangi dengan menciptakan sistem pangawasan dan pengendalian terhadap penegakan hukum administratifnya."

"Seyognianya apabila pemerintah bermaksud untuk mempermudah perizinan maka sistem pengenaan sanksinya harus lebih ketat dengan mengembangkan sistem peradilan administrasi yang modern", ujar Ledia.

"Berdasarkan pertimbangan tersebut, dengan memohon taufik Allah SWT dan mengucap Bismillahirrahmanirrahim, kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) menyatakan MENOLAK Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja untuk ditetapkan sebagai UU," tegas Ledia mengakhiri pandangan mini Fraksi PKS terhadap RUU Omnibus Law.

Lima Alasan Demokrat Tolak RUU Cipta Kerja

Sementara, Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memberikan penjelasan mengapa Fraksinya menolak RUU Cipta Kerja

Hal itu disampaikan AHY di akun twitternya, @AgusYudhoyono. 

Baca: Baleg DPR Bantah Rapat Tengah Malam Buru-buru Bahas Omnibus Law Cipta Kerja

Menurut AHY, dalam lima hal mendasar yang membuat Demokrat menolak RUU Cipta Kerja

Lima hal itu yakni: 

1) RUU Ciptaker tidak memiliki urgensi dan tidak berada dalam kegentingan memaksa d itengah krisis pandemi ini.

Prioritas utama negara harus berorientasi pada upaya menangani pandemi, khususnya menyelamatkan jiwa manusia, memutus rantai penyebaran Covid-19 dan memulihkan ekonomi rakyat.

2) RUU Ciptaker membahas secara luas perubahan pada sejumlah UU sekaligus (omnibus law). Tidak bijak jika memaksakan proses perumusan aturan perundang-undangan yang kompleks ini dengan terburu-buru. Masyarakat sedang membutuhkan keberpihakan negara dan pemerintah dalam hadapi situasi pandemi saat ini. 

3) Demokrat menghendaki hadirnya undang-undang dibidang investasi dan ekonomi yang pastikan dunia usaha dan kaum pekerja mendapatkan kebaikan dan keuntungan yang sama sehingga mencerminkan keadilan. Tapi RUU Ciptaker berpotensi meminggirkan hak-hak dan kepentingan kaum pekerja di negeri ini. 

4) RUU Ciptaker mencerminkan bergesernya semangat Pancasila, utamanya sila keadilan sosial ke arah ekonomi yang terlalu kapitalistik dan neo-liberalistik. Apakah dengan demikian RUU Ciptaker ini masih mengandung prinsip keadilan sosial sesuai yang diamanahkan para Founding Fathers? 

5) RUU Ciptaker ini cacat substansi dan prosedural. Proses pembahasan hal-hal yang krusial kurang transparan dan kurang akuntabel. Tidak banyak elemen masyarakat, pekerja dan civil society yang dilibatkan untuk menjaga ekosistem ekonomi serta keseimbangan antara pengusaha-pemerintah-pekerja. 

(Tribunnews.com/Daryono)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas