Temuan ICW : Polisi Belanja Hingga Rp408,8 M Diduga untuk Cegah Massa Aksi UU Cipta Kerja
Peneliti ICW menduga kegiatan belanja dipergunakan untuk membeli alat pengamanan terkait langkah antisipatif aksi unjuk rasa menolak UU Cipta kerja.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berdasarkan temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) pada Sistem Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), Polri telah membelanjakan anggaran sebesar Rp408,8 miliar di September 2019.
Peneliti ICW Wana Alamsyah menduga kegiatan belanja itu dipergunakan untuk membeli alat pengamanan terkait langkah antisipatif aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.
"LPSE Polri mencatat sejumlah pengadaan barang yang bersumber dari APBNP dan tercatat sebagai 'kebutuhan dan/ atau anggaran mendesak', yang diduga berkaitan dengan antisipasi aksi massa penolakan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law," kata Wana dalam keterangannya, Jumat (9/10/2020).
ICW merinci ada lima pengadaan barang terkait pengamanan yang dilakukan Polri.
Pertama, pengadaan sentralized command control for intelligence target surveillance sebesar Rp179,4 miliar untuk satuan kerja Korbrimob Polri dengan tanggal pembuatan 16 September 2020.
Kedua, pengadaan helm dan rompi antipeluru (Rp90,1 miliar) untuk satuan kerja Baintelkam Polri dengan tanggal pembuatan 21 September 2020.
Ketiga, peralatan tactical mass control device (Rp66,5 miliar) untuk satuan kerja SLOG Polri dengan tanggal pembuatan 28 September 2020.
Keempat, peralatan counter UAV and serveillanceKorbrimob (Rp69,9 miliar) untuk satuan kerja Korbrimob Polri dengan tanggal pembuatan 25 September 2020.
Kelima, pengadaan drone observasi tactical (Rp2,9 miliar) untuk satuan kerja Korbrimob Polri dengan tanggal pembuatan 25 September 2020.
Baca: Rawan Kecurangan dan Membahayakan, ICW: Pilkada Serentak 2020 Mesti Ditunda
Baca: ICW Minta Anggaran Penegak Hukum yang Tak Optimal Berantas Korupsi Dipotong
Apabila dijumlah, total pengadaan kelima paket tersebut adalah Rp408,8 miliar, dengan jangka waktu yang relatif pendek, yaitu sekitar satu bulan bulan.
"Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan dan menguatkan dugaan bahwa Polri terlibat dalam upaya sistematis untuk membungkam kritik dan aksi publik," kata Wana.
Seperti diketahui, aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja terjadi di sejumlah wilayah, termasuk di DKI Jakarta.
Tidak sedikit aksi unjuk rasa tersebut yang berujung pada kericuhan atau bentrok antara demonstran dan aparat.
Mulai dari Jakarta, Tangerang, Bekasi, Medan, hingga Gorontalo terjadi bentrokan antara massa aksi dengan aparat keamanan.