Mabes TNI Cek Pernyataan Ketua Kamar Militer MA Soal Oknum TNI Pelaku LGBT Diputus Bebas
Mabes TNI masih berupaya mengklarifikasi pernyataan Ketua Kamar Militer Mahkamah Agung Mayjen TNI (Purn) Burhan Dahlan soal oknum TNI pelaku LGBT
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (Mabes TNI) masih berupaya mengklarifikasi pernyataan Ketua Kamar Militer Mahkamah Agung Mayjen TNI (Purn) Burhan Dahlan soal oknum TNI pelaku penyimpangan seksual yakni lesbian, gay, bisexual, dan transgender (LGBT) dibebaskan pengadilan militer.
Kepala Bidang Penerangan Umum Pusat Penerangan TNI (Kabidpenum Puspen TNI) Kolonel Sus Aidil mengatakan upaya tersebut dilakukan untuk mendapatkan data yang valid terkait hal tersebut.
"Terkait pernyataan yang disampaikan oleh Ketua Kamar Militer MA di Youtube pada saat pembekalan hakim militer tentang adanya Pengadilan Militer yang memutus bebas oknum prajurit pelaku LGBT masih dalam klarifikasi untuk diperoleh data yang valid," kata Aidil ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (15/10/2020).
Baca juga: Agus Widjojo: Saya Pribadi Tidak Bisa Memahami dan Menyetujui Sikap dan Perilaku LGBT
Namun demikian, ia menyatakan TNI menerapkan sanksi tegas terhadap oknum Prajurit TNI yang terbukti melakukan pelanggaran hukum kesusilaan termasuk di dalamnya perilaku LGBT.
Aidil pun membeberkan sejumlah aturan yang dijadikan dasar untuk memberikan sanksi tegas terhadap oknum TNI tersebut berupa pemecatan atau pemberhentian dengan tidak hormat.
Panglima TNI, kata Aidil, telah menerbitkan surat telegram nomor ST No ST/398/2009 tanggal 22 Juli 2009.
Kemudian aturan tersebut, kata Aidil, ditekankan kembali dengan telegram nomor ST/1648/2019 tanggal 22 Oktober 2019 yang menegaskan bahwa LGBT merupakan salah satu perbuatan yang tidak patut dilakukan seorang prajurit, bertentangan dengan disiplin militer dan merupakan pelanggaran berat yang tidak boleh terjadi di lingkungan TNI.
Baca juga: Mabes TNI: LGBT Pelanggaran Berat yang Tidak Boleh Terjadi di Lingkungan TNI
Undang-Undang RI Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI, kata Aidil, juga mengatur bahwa Prajurit diberhentikan dengan tidak hormat dari dinas keprajuritan karena mempunyai tabiat dan atau perbuatan yang nyata-nyata dapat merugikan disiplin keprajuritan TNI sebagaimana termuat dalam Pasal 62 UU TNI.
Proses hukum terhadap oknum TNI tersebut, kata Aidil, diterapkan secara tegas dengan diberikan pidana tambahan pemecatan melalui proses persidangan di pengadilan militer.
"TNI menerapkan sanksi tegas terhadap oknum Prajurit TNI yg terbukti melakukan pelanggaran hukum kesusilaan termasuk diantaranya LGBT," kata Aidil.
Diberitakam sebelumnya Ketua Kamar Militer Mahkamah Agung Mayjen TNI (Purn) Burhan Dahlan menceritakan keresahan Pimpinan TNI Angkatan Darat (AD) yang dikeluhkan kepadanya terkait maraknya perilaku penyimpangan seksual atau lesbian, gay, bisexual, dan transgender (LGBT) di lingkungan TNI.
Burhan mengungkapkan beberapa hari ke belakang ia diajak berdiskusi dengan Pimpinan TNI Angkatan Darat yang tidak ia sebutkan namanya di Markas Besar Angkatan Darat.
Baca juga: Pimpinan TNI AD Resah Maraknya LGBT di Lingkungan TNI, Lapor ke Mahkamah Militer MA
Dalam diskusi tersebut, kata Burhan, Pimpinan TNI AD menyampaikan kepadanya telah menemukan ada kelompok-kelompok LGBT di lingkungan TNI.
Kelompok tersebut, kata Burhan, bernama Persatuan LGBT TNI-Polri.
Berdasarkan diskusi tersebut, Burhan mengatakan kelompok tersebut dipimpin oleh oknum TNI berpangkat Sersan.
Sedangkan oknum TNI anggotanya ada yang berpangkat Letnan Kolonel.
Hal itu diungkapkannya dalam tayangan bertajuk Pembinaan Teknis dan Administrasi Yudisial Pada 4 Lingkungan Peradilan di Seluruh Indonesia yang diunggah dan disiarkan secara langsung di kanal Youtube resmi Mahkamah Agung pada Senin (12/10/2020).
"Mereka menyampaikan kepada saya, ternyata sudah ada kelompok-kelompok baru, kelompok Persatuan LGBT TNI-Polri. Pimpinannya Sersan, anggotanya ada yang Letkol. Ini unik tapi ini memang kenyataan," kata Burhan.
Burhan juga mengungkapkan Pimpinan TNI AD juga telah berupaya dengan memperkarakan oknum-oknum TNI tersebut ke pengadilan militer.
Namun yang membuat Pimpinan TNI AD tersebut resah dan marah adalahpara oknum TNI pelaku penyimpangan seksual tersebut justru dibebaskan.
"Ini sumber kemarahan Bapak Pimpinan Angkatan Darat. Saya limpahkan ke Pengadilan Militer supaya dipecat, dihukum, supaya yang lain tidak ikut, malah dibebaskan. Apa semuanya mau jadi LGBT tentara Angkatan Darat ini Pak Burhan? Marah Bapak kita di sana," kata Burhan.
Namun demikian, Burhan menjelaskan kepada Pimpinan TNI Angkatan Darat tersebut apa yang menyebabkan para oknum TNI tersebut diputus bebas.
Burhan mengatakan, ketika itu ia menyampaikan kepada Pimpinan TNI Angkatan Darat bahwa pasal yang digunakan untuk menjerat para oknum TNI tersebut tidak tepat.
Hal itu karena menurutnya pasal yang digunakan untuk menjerat para oknum TNI tersebut pasal KUHP.
"Saya jelaskan Pak, wajar dibebaskan. Kenapa? Karena yang diancamkan KUHP. KUHP ini belum mengatur yang demikian Pak. KUHP ini belum mengatur orang dewasa melakukan perbuatan cabul dengan sesama dewasa, yang dilarang itu dengan anak di bawah umur. Itu baru bisa dihukum. Itu dalam pasal 292 KUHP. Kalau seaindanya dewasa dengan dewasa, Letnan dengan Sersan, Sersan dengan prajurit, itu sudah dewasa sama dewasa tidak bisa dikenakan pasal 292, Pak," kata Burhan.
Ia pun kemudian teringat ketika pertama kali bertugas menyidangkan kasus penyimpangan seksual di lingkungan TNI pada 2008 lalu di Surabaya Jawa Timur.
Dalam putusannya pada kasus tersebut ia memerintahkan komandan oknum TNI tersebut untuk mengobatinya sampai sembuh.
Hal itu karena berdasarkan keterangan saksi ahli, oknum TNI yang berpangkat Perwira Menengah tersebut menjadi penyuka sesama jenis karena dampak tekanan tugas operasi di Timor Timur.
"Begitu tertekannya dia dalam tugas operasi itu, sehingga membentuk pikiran, perasaan, mentalnya dia menjadi ada penyimpangan. Pulang di homebasenya di Makasar, dia tidak menyenangi istrinya lagi, bahkan dia menjadi penyenang kaum laki-laki. Itu fenomena awal yang saya sidangkan, pertama kali dulu. Dan itu saya putus obati oleh komandannya sampai dia sembuh," kata Burhan.
Menurutnya, kasus tersebut sangat berbeda dengan fenomena LGBT yang muncul di lingkungan TNI belakangan ini.
Ia menilai fenomena sekarang ini bukan diakibatkan oleh teknanan tugas operasi, melainkan akibat fenomena pergaulan.
"Lebih diakibatkan oleh banyaknya menonton dari Whats App, menonton video, dan sebagainya. Ini telah membentuk perilaku yang menyimpang termasuk di dalamnya adalah keinginan melampiaskan libidonya kepada sesama jenis. Ini yang terjadi di lingkungan TNI dan masuk perkaranya ke peradilan militer," kata Burhan.
Namun celakanya, kata Burhan, perkara penyimpangan seksual oleh oknum TNI yang diputus di peradilan militer belakangan ini mengambil dasar dari putusan yang pernah ia buat dulu.
Namun bukan diobati melainkan dibebaskan, karena KUHP belum mengatur persoalan LGBT.
"Tentunya tidak salah. Tapi bagi institusi TNI ini kesalahan besar yang demikian ini," kata Burhan.
Burhan mengatakan Markas Besar TNI AD juga telah menyampaikan pendiriannya kepadanya bahwa putusan bebas terhadap pelaku penyimpangan seksual di lingkungan TNI merupakan kesalahan.
"Kalau dalam rangka pelaksanaan tugas itu diawaki oleh personel prajurit yang mempunyai kebiasaan seks yang menyimpang, bagaimana tugas pokok pertahanan negara bisa dilakukan? Bagaimana tugas-tugas satuan bisa dilakukan apabila mental prajuritnya terbentuk dari sikap yang seperti itu? Ini pendirian dari Markas Besar Angkatan Darat," kata Burhan.