Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Refly Harun Mengaku Tidak Sreg dengan Instruksi Mendagri karena Dinilai Telah Langgar Otonomi Daerah

Terkait Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020, Refly Harun mengaku tidak sreg karena hal itu dinilai telah melanggar otonomi daerah.

Penulis: Rica Agustina
Editor: Pravitri Retno W
zoom-in Refly Harun Mengaku Tidak Sreg dengan Instruksi Mendagri karena Dinilai Telah Langgar Otonomi Daerah
tangkapan layar di kanal YouTube Refly Harun
Terkait Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020, Refly Harun mengaku tidak sreg karena hal itu dinilai bukan ranah pemerintah pusat dan telah melanggar otonomi daerah. 

Namun demikian, proses pemberhentiannya tidak semata-mata bisa dilakukan oleh Presiden, Mendagri, atau cabang kekuasaan eksekutif.

Refly Harun menegaskan, hal itu harus melibatkan cabang kekuasaan yudikatif, yaitu Mahkamah Agung.

Refly Harun
Refly Harun (TRIBUNNEWS/FERDINAND WASKITA)

Selanjutnya, Refly Harun menjelaskan, pencopotan kepala daerah, yang dalam hal ini gubernur, bisa dilakukan secara proses politik dimulai dengan penggunaan hak-hak DPRD.

"Mulai dari hak bertanya dulu, para individu anggota DPRD mengajukan hak untuk bertanya dan dalam hak bertanya ini tidak harus langsung gubernurnya, bisa diwakili karena ini adalah hak-hak yang bersifat individual dalam institusi DPRD," ujarnya.

Kemudian, DPRD bisa menggunakan hak interpelasi, yaitu hak bertanya mengenai sebuah kondisi atau keadaan yang besar pengaruhnya pada kehidupan kebangsaan dan di daerah.

Ketika interpelasi menemukan kejelasan dan ada dugaan pelanggaran hukum, DPRD dapat menggunakan hak angket.

Dalam hal ini, hak interpelasi dan hak angket bukanlah sebuah rangkaian tata cara, keduanya merupakan hak-hak yang mempunyai tujuan berbeda.

Berita Rekomendasi

"Bukan ditingkatkan, karena hak angket dan hak interpelasi itu tidak main dulu-duluan, tetapi mana dulu yang mau digunakan," terang ahli tata negara ini.

Apabila DPRD menggunakan hak angket, artinya ada pelanggaran hukum dan harus dilakukan penyelidikan.

Hasil penyelidikan itu kemudian disampaikan kepada penegak hukum untuk dilihat proses hukumnya.

Baca juga: Pengamat : Pencopotan Kepala Daerah Tak Bisa Dilakukan Mendagri

Baca juga: PAN: Instruksi Mendagri soal Protokol Kesehatan Supaya Kepala Daerah Serius Tangani Covid-19

"Kalau jawabannya iya (ada pelanggaran), maka akan disampaikan kepada Mahkamah Agung untuk dinilai," kata Refly Harun.

Mahkamah Agung harus menjalankan due process of law, yakni proses hukum untuk mendengarkan para pihak yang berseberangan, bertikai, atau berbeda pendapat.

Ketika Mahkamah Agung membenarkan tuduhan DPRD, maka DPRD harus mengusulkan pencopotan kepala daerah kepada Presiden.

Namun, jika hal itu tak kunjung diuslkan DPRD, maka Mendagri bisa mengambil alihnya dan langsung menyampaikan pada Presiden.

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas