Calling Visa Israel Dinilai Bertentangan dengan Komitmen RI Dukung Kemerdekaan Palestina
Kebijakan tersebut adalah bentuk pengkhianatan pemerintah terhadap Pembukaan UUD 1945
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PKS, Bukhori Yusuf menyampaikan kritik keras atas keputusan pemerintah Indonesia membuka pelayanan calling visa bagi warga negara Israel.
Dia menilai kebijakan tersebut mengabaikan amanat konstitusi.
"Kebijakan tersebut adalah bentuk pengkhianatan pemerintah terhadap Pembukaan UUD 1945.
Padahal, konstitusi kita menegaskan supaya penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Mirisnya lagi, keputusan tersebut tidak merepresentasikan aspirasi dan kehendak tulus dari masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, yang sejak lama konsisten memihak pada kemerdekaan Palestina,” kata Bukhori kepada wartawan, Kamis (3/12/2020).
Bukhori menilai kebijakan tersebut kontradiktif dengan komitmen Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang secara tegas mendukung kemerdekaan Palestina.
Baca juga: Pejabat AS Sebut Israel di Balik Pembunuhan Ilmuwan Iran Mohsen Fakhrizadeh
Sikap tegas tersebut disampaikannya saat menyampaikan pidato untuk pertama kalinya di Sidang Majelis Umum ke-75 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 23 September 2020 silam.
Dalam pidatonya, Presiden mengungkapkan bahwa Indonesia terus konsisten memberikan dukungan bagi Palestina untuk mendapatkan hak-haknya.
"Pertanyaannya adalah, apakah Presiden mengetahui tindakan anak buahnya (Kemenkum HAM) tersebut?
Saya justru curiga bahwa tindakan ini dilakukan sepihak tanpa sepengetahuan Presiden bila mengacu pada sikap dukungan yang telah Presiden tunjukan selama ini terhadap isu Palestina," ucapnya.
"Tetapi sebaliknya, jika keputusan tersebut nyatanya atas restu dan sepengetahuan Presiden, maka sikap Presiden Jokowi bertentangan dengan Founding Father, Bung Karno, yang memiliki komitmen kuat atas kemerdekaan Palestina.
Baca juga: Trump Dinilai Bikin Konflik, Raja Yordania dan Presiden Palestina Berharap Biden Hidupkan Perdamaian
Sebab, konsekuensi politik dari membuka hubungan dengan Israel berarti mengakui eksistensi negara tersebut.
Artinya, pemerintah mengakui penjajahan Israel kepada Palestina yang sampai saat ini belum merdeka sepenuhnya," sambungnya.
Apalag, sikap pemerintah tersebut patut dicurigai sebagai kompensasi atas rencana investasi Uni Emirat Arab (UEA) ke Indonesia.
Pasalnya, UEA adalah negara pertama di kawasan Timur Tengah yang akhirnya memutuskan untuk normalisasi hubungan dengan Israel di abad 20 ini.
Ketua DPP PKS ini mendesak supaya pemerintah segera mencabut Israel dari daftar negara yang menerima pelayanan calling visa tersebut.
Hal tersebut perlu dilakukan dalam upaya menjaga wibawa dan integritas pemerintah dalam percaturan politik global mengingat Indonesia sejak lama memiliki garis politik luar negeri yang tegas terhadap isu konflik Palestina-Israel.
Selain itu, ia menambahkan bahwa Indonesia tidak akan mengalami kerugian dari segi ekonomi.
Apalagi dikatakan melanggar HAM dengan mengecualikan negara Israel dari daftar tersebut.
Sebab, Israel tidak termasuk dalam jajaran negara investor terbesar di Indonesia dan negara zionis tersebut terbukti memiliki catatan buruk tentang penegakan nilai HAM.
"Saya mengingatkan supaya pemerintah lebih cermat dalam menentukan negara prioritas dan tidak mengorbankan kepentingan yang lebih besar, yakni kepercayaan rakyat Indonesia dan umat muslim dunia, terhadap komitmen Indonesia untuk menjadi bangsa yang terdepan dalam membela nilai perikemanusiaan dan perikeadilan bagi bangsa Palestina,” pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.