Otonomi Khusus untuk Papua Tak Maksimal, Pejabat Daerah Dinilai Gagal Eksekusi Program
Penerapan Otsus dinilai sebagai jalan terbaik untuk membangun Papua, baik secara fisik maupun sumber daya manusianya.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Kontan, Yudho Winarto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan otonomi khusus atau Otsus Papua menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Bumi Cenderawasih.
Penerapan Otsus dinilai sebagai jalan terbaik untuk membangun Papua, baik secara fisik maupun sumber daya manusianya.
Setidaknya, sejak 2002 hingga 2020, Provinsi Papua dan Papua Barat telah memperoleh dana Otsus hingga mencapai Rp126,99 Triliun.
Bahkan, sejak pertama kali disalurkan, total dukungan dana yang dikucurkan meningkat dari waktu ke waktu.
Pada 2002, dana yang diberikan sebesar Rp1,38 triliun, sementara pada 2020 menjadi Rp13,05 triliun.
Artinya, terjadi peningkatan signifikan hingga 10 kali lipat semenjak dana digulirkan.
Dana tersebut menjadi salah satu instrumen yang memang digunakan oleh pemerintah pusat dalam mempercepat pembangunan di dua provinsi tersebut.
Berbicara Otsus bukan hanya bicara soal dananya saja.
Tapi juga hak afirmasi khusus bagi Orang Asli Papua (OAP) untuk mendapatkan hak kesehatan, pendidikan, kesejahteraan ekonomi, menjadi pemimpin utama dalam pemerintahan, ketenagakerjaan, layanan pembangunan infrastruktur, dan sebagainya.
Dukungan dana otonomi khusus sejatinya ditujukan bagi pembiayaan pendidikan dan kesehatan, serta dukungan pembiayaan pembangunan infrastruktur.
Karena itu perlu ada catatan agar pengelolaan otsus, termasuk anggarannya transparan dan perlu penegakan hukum yang tegas.
Korupsi atau penyalahgunaan uang negara menjadi salah satu penyebab serius dalam reproduksi kemiskinan di tanah Papua.
Alhasil, akuntabilitas dan transparansi Otsus diharapkan mampu betul-betul memberi manfaat kesejahteraan dan kemerdekaan bagi seluruh rakyat Papua, termasuk orang asli Papua itu sendiri.