Dilanda Corona: Masker, Hand Sanitizer Hilang dari Pasaran, Empon-empon Laris Manis dan Panic Buying
Pandemi Covid-19 yang melanda tanah air membuat sejumlah fenomena, yakni kelangkaan masker dan hand sanitizer, empon-empon laris, dan panic buying.
Penulis: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Siapa yang menyangka tahun 2020 jadi tahun terberat.
Seluruh belahan dunia merasakan dampak dari pandemi Covid-19.
Ujian belum juga selesai hingga 2020 hampir berakhir.
Baca juga: Kondisi Terbaru Anies Baswedan, Sudah 15 Hari Jalani Isolasi Mandiri, Tetap Bekerja Memimpin Rapat
Adanya vaksin Covid-19 jadi kabar baik menyambut tahun 2021.
10 bulan dilanda Covid-19, bagaimana kondisi di tanah air ?
1. Masker dan Handsanitizer langka
Masker yang dianggap mampu memberi perlindungan efektif dari virus corona, mulai banyak dicari.
Di Indonesia, stok masker dan hand sanitizer sempat hilang dari pasaran.
Tak hanya di Indonesia, kelangkaan masker juga dirasakan di banyak negara yang sedang atau bersiap menghadapi pandemi virus corona.
Sejak saat itu, masker mulai menjadi kebutuhan pokok yang harus dibawa ketika keluar rumah, layaknya sebuah dompet.
Ini diawali pada 2 Maret 2020, Presiden Jokowi mengumumkan ada temuan kasus positif pertama di Indonesia.
"Orang Jepang ke Indonesia bertemu siapa, ditelusuri dan ketemu. Ternyata orang yang terkena virus corona berhubungan dengan dua orang, ibu 64 tahun dan putrinya 31 tahun," kata Jokowi kala itu.
"Dicek dan tadi pagi saya dapat laporan dari Pak Menkes bahwa ibu ini dan putrinya positif corona," lanjut dia.
Pernyataan orang nomor satu di Indonesia itu menjadi awal perjalanan panjang Indonesia dalam perang melawan virus yang bermula di Kota Wuhan, China.
Tak hanya di bidang kesehatan, dampak pandemi virus corona juga menggoncang perekonomian dunia dan mengakibat krisis terbesar sepanjang sejarah modern.
Satu per satu negara terjerumus ke dalam jurang resesi, tak terkecuali Indonesia.
Kondisi ini bisa dipahami.
Pasalnya, penguncian ketat yang berlangsung selama beberapa bulan di awal pandemi mengakibatkan roda perekonomian berhenti total.
Harapan vaksin Di pengujung 2020 ini, dunia kini mulai bisa bermimpi untuk mengakhiri pandemi Covid-19 setelah hasil yang menggembirakan dari uji klinis beberapa vaksin.
Diketahui, vaksin Pfizer/BioNTech dan Moderna memiliki efektivitas mencapai sekitar 95 persen, sementara vaksin yang dikembangan oleh Oxford University memiliki kemanjuran mencapai 70 persen.
Setelah kabar baik itu, beberapa negara bahkan telah menerima jutaan dosis untuk segera disuntikkan pada kelompok prioritas.
Bahkan, Inggris dan Amerika Serikat telah memulai vaksinasi dalam beberapa hari terakhir.
Di Indonesia, 1,2 juta vaksin buatan China Sinovac telah tiba pada 6 Desember 2020 dan akan bertambah 1,8 juta pada Januari mendatang.
Namun, upaya vaksinasi ini masih menunggu izin penggunaan dari BPOM serta hasil uji klinis.
2. Fenomena Penimbun Masker dan Hand Sanitizer
Selain langka di pasaran dan harganya yang melonjak drastis.
Fenomena penimbunan masker dan hand sanitizer juga terjadi.
Di berbagai daerah, jajaran kepolisian turun tangan untuk melakukan penindakan.
Sejumlah pihak dengan sengaja menimbun dan menjual masker dengan harga mahal hingga dijual ke luar negeri.
Semata-mata demi keuntungan pribadi.
Hingga Maret 2020, sebanyak 33 orang menjadi tersangka karena menimbun dan menaikkan harga masker serta hand sanitizer di tengah wabah virus corona atau Covid-19.
"Secara keseluruhan jajaran Polri menangani 18 kasus penimbunan masker dan hand sanitizer dengan 33 tersangka," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri saat itu, Kombes Pol Asep Adi Saputra di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (2/4/2020).
Asep menuturkan 33 tersangka tersebut tidak hanya mereka yang melakukan penimbunan masker dan hand sanitizer.
Tetapi, juga para penjual yang menaikkan harga tak wajar jauh dari harga pasaran.
"Kasus penimbunan dan menaikkan harga tidak sesuai harga pasar di tengah wabah corona ini jadi prioritas kami. Dari 33 tersangka, ada dua yang ditahan," katanya.
Atas perbuatannya 33 tersangka ini dijerat dengan Undang-Undang berlapis yakni, UU Perdagangan, UU kesehatan dan UU Perlindungan konsumen.
Penjualan rempah-rempah laris manis karena penyebaran wabah Covid-19.
Rempah-rempah, seperti temulawak, jahe, sereh, dan kunyit ramai dicari masyarakat.
Mereka meyakini rempah-rempah atau yang disebut empon-empon ini dapat menangkal virus tersebut.
Alhasil masyarakat pun berbondong-bondong mencari rempah-rempah ke sejumlah pasar tradisional.
Terlebih setelah pemerintah mengonfirmasi dua pasien positif virus corona di Indonesia.
Tingginya permintaan akan rempah-rempah membuat harganya naik.
Harga jahe merah pun meroket hingga Rp 100 ribu per kg.
4. Panic buying atau belanja berlebihan
Sejumlah warga di belahan dunia lain melakukan panic buying atau belanja berlebihan untuk menghadapi pandemi Covid-19.
Peristiwa ini sempat heboh di Indonesia, pemerintah pun turun tangan memberikan imbauan.
Kehebohan muncuk setelah Pemerintah resmi mengumumkan hari ini 2 warga Indonesia ditemukan positif terkena kasus positif Covid-19 atau virus corona.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey berharap masyarakat tidak melakukan panic buying karena fobia dengan memborong aneka kebutuhan termasuk masker dan hand sanitizer di toko ritel modern.
“Anggota peritel Aprindo selalu siap untuk hadir dan cukup dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun non pangan bagi masyarakat di seluruh Indonesia," ujarnya lewat keterangan resmi di Jakarta, Senin (2/3/2020).
Roy menjelaskan, tindakan berlebihan justru akan membuat kepanikan atau fobia baru lainnya yang sebenarnya tidak perlu terjadi.
"Tidak perlu di saat sebenarnya seluruh kebutuhan masyarakat tetap dapat terpenuhi dan tercukupi dengan baik," katanya.
Roy mengigatkan, mengantisipasi meluasnya wabah virus corona, yang terpenting adalah bagaimana kita bisa menjaga kesehatan diri serta keluarga.
"Jangan cepat terpengaruh oleh kabar hoax maupun berita yang tidak terpercaya yang diviralkan oleh oknum, tetapi hanya percaya dan mengikuti berita yang disampaikan oleh kementerian dan lembaga pemerintah," ujarnya.
Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto mengimbau masyarakat untuk tidak perlu melakukan panic buying atau belanja berlebihan.
"Masyarakat kalau belanja tidak perlu panik, belanjalah sesuai kebutuhan," kata Agus seperti dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com.
Agus juga memastikan, bahwa stok kebutuhan bahan pokok tercukupi.
Selain itu, dia juga menjamin tak ada kelangkaan pasokan pasca Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumunkan kasus positif virus corona pertama di Indonesia.
"Kami memastikan pasokan cukup, belanja secukupnya saja, kalau berlebihan kan sayang," ujar Agus.
Pemerintah bahkan menurunkan anggota kepolisian untuk menjaga supermarket guna mengantisipasi kepanikan pembelian kebutuhan dasar atau sembako berlebihan pasca-diumumkannya dua orang WNI positif terjangkit virus corona.
Hal itu disampaikan Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Senin (2/3/2020).
Moeldoko meminta masyarakat untuk tidak panik dalam menghadapi penyebaran virus corona atau Covid-19.
Ia telah meminta Kapolri untuk mengerahkan anggotanya ikut menertibkan aksi pembelian sembako berlebihan, termasuk masker, di pusat perbelanjaan.
"Di situlah kita akan ambil langkah-langkah itu. Nanti Kapolri supaya menurunkan anggotanya untuk ikut membatasi masyarakat melakukan hal yang berlebihan seperti itu," kata Moeldoko.
Menurut Moeldoko, pemerintah menjamin ketersediaan barang kebutuhan sehari-hari.
Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu membeli berlebihan dan menimbun barang tersebut.
Senada dengan itu, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy meminta masyarakat agar tetap tenang dalam menyikapi temuan dua warga Indonesia asal kota Depok, Jawa Barat, terinfeksi virus Corona.
Ia meminta masyarakat tidak panik berlebihan dalam mengantisipasi penyebaran virus corona dengan belanja kebutuhan sehari-sehari hingga peralatan medis, seperti masker dan masker dan hand sanitazer, berlebihan.
"Jangan gampang panik lah, dalam kondisi seperti ini diperlukan ketenangan, kehati-hatian dan juga tidak grasak-grusuk. Termasuk belanja berlebihan, engga perlu," tandasnya.