Jaksa KPK dan Pengacara Nurhadi Debat Sengit di Persidangan
Maqdir ingin mengetahui apakah inisial BS ini sebagai Boyamin Saiman, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
Maqdir bersikeras melanjutkan pertanyaannya dan kembali mencecar saksi Budi Susanto soal pernyataan Boyamin Saiman. Sebab, berdasarkan pemberitaan, ada pertemuan antara Boyamin Saiman dengan pemborong berinisial BS.
"Berita ini diterangkan oleh Boyamin Saiman bahwa saksi ini bertemu dengan Boyamin di Malaysia. Dia menyerahkan data-data mengenai asetnya Nurhadi," kata Maqdir.
"Izin majelis kami keberatan majelis, saksi kami tidak ada kaitannya dengan itu," timpal Jaksa Takdir.
Suasana berubah menjadi ricuh. Adu mulut tak terelakkan antara Jaksa Takdir dengan para pengacara Nurhadi.
Hakim Saefuddin Zuhri langsung mengetuk palu sidang beberapa kali untuk meredakan tensi masing-masing.
"Ini ada pimpinan sidang. Tunggu dulu, saudara (saksi) paham? Bisa jawab?" ucap Hakim Ketua Saefuddin Zuhri.
Budi awalnya diam dan memerhatikan debat antara jaksa dan pengacara pun menjawab. Menurutnya, inisial BS yang ada di berita itu bukan dia.
"Tidak betul, saya enggak kenal dengan Boyamin, kedua saya enggak pernah ke Malaysia," ucap Budi.
Nurhadi bersama menantunya Rezky Herbiyono sebelumnya didakwa menerima suap dan gratifikasi senilai total Rp83 miliar terkait dengan pengaturan sejumlah perkara di lingkungan peradilan.
Untuk suap, Nurhadi dan Rezky menerima uang sebesar Rp45.726.955.000 dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto. Hiendra sendiri merupakan tersangka KPK dalam kasus yang sama dengan para terdakwa.
Uang Rp45 miliar lebih itu diberikan agar kedua terdakwa mengupayakan pengurusan perkara antara PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) terkait dengan gugatan perjanjian sewa-menyewa depo container milik PT KBN seluas 57.330 meter persegi dan 26.800 meter persegi.
Awal mula gugatan, pada 27 Agustus 2010 Hiendra melalui kuasa hukumnya Mahdi Yasin dan rekan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang didasarkan pada pemutusan secara sepihak atas perjanjian sewa-menyewa depo container milik PT KBN. Hal itu sebagaimana register perkara nomor: 314/Pdt.G/2010/PN Jkt.Ut.
PN Jakarta Utara mengabulkan gugatan tersebut dan menyatakan bahwa perjanjian sewa-menyewa depo container tetap sah dan mengikat. Serta menghukum PT KBN membayar ganti rugi materiel kepada PT MIT sebesar Rp81.778.334.544.
Tak terima, PT KBN mengajukan banding. Namun lagi-lagi upaya hukum mereka kandas di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.