Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Praktisi Hak Kekayaan Intelektual Sebut Penting Perlindungan Merek Terkenal

Dr Suyud Margono, Praktisi HKI mengatakan, konsep perlindungan atas merek terkenal tidak seharusnya diterapkan untuk merek sekunder

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Praktisi Hak Kekayaan Intelektual Sebut  Penting Perlindungan Merek Terkenal
Kompas.com
Pemerintah Indonesia berkomitmen memberikan perlindungan hukum terhadap merek terkenal menyusul banyaknya sengketa merek yang khususnya melibatkan merek - merek terkenal yang sampai ke Pengadilan Niaga 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia berkomitmen memberikan perlindungan hukum terhadap merek terkenal.

Komitmen itu merupakan tanggapan pemerintah atas banyaknya sengketa merek yang khususnya melibatkan merek - merek terkenal yang sampai ke Pengadilan Niaga. Komitmen pemerintah dalam melindungi merek terkenal telah diatur dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU Merek).

“Dalam UU tersebut secara tegas menyebutkan bahwa suatu permohonan pendaftaran merek akan ditolak jika merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis atau merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu.

Ini adalah merupakan bukti bahwa rezim hukum merek di Indonesia melindungi merek terkenal,” ungkap Dr Andy N Sommeng, Konsultan Komersialisasi Kekayaan Intelektual yang juga mantan Dirjen HKI, KemenKumHAM RI dalam keterangannya, Rabu (31/3/2021).

Selanjutnya, guna mendukung perlindungan atas merek terkenal, pemerintah juga telah membuat kriteria merek terkenal dengan menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek Terkenal (Permenkumham 67/2016) yang mengadopsi ketentuan internasional World Intellectual Property Organizations/ WIPO).

Andy menjelaskan, berdasarkan Permenkumham 67/2016, kriteria merek terkenal itu antara lain dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan,volume penjualan barang dan atau jasa, pangsa pasar yang dikuasai, durasi penggunanan merek, pendaftaran merek di banyak negara serta keberhasilan penegakan hukum di bidang merek.

Baca juga: Tim Antasena ITS Diajak Pamerkan Mobil Hidrogen di IIMS Hybrid 2021

“Kriteria itu menjadi pegangan pemeriksa merek dan aparat penegak hukum dalam menentukan apakah merek itu merek terkenal atau tidak terkenal,” papar Andy.

Berita Rekomendasi

Lebih lanjut Andy mengaskan alasan mengapa diperlukan perlindungan terhadap merek terkenal.

Menurutnya, merek adalah asset intangible yang tidak ternilai harganya bagi suatu perusaahan. Merek merupakan cermin reputasi suatu barang yang diproduksi atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan.

Maka, lanjutnya, reputasi atau citra sebuah merek akan mempengaruhi aktivitas pemasaran. Reputasi itu diyakini oleh pemilik merek terkenal akan mampu mempengaruhi persepsi pelanggan tentang produk yang ditawarkan kepada konsumen.

Dr Suyud Margono, - Praktisi HKI mengatakan, konsep perlindungan atas merek terkenal tidak seharusnya diterapkan untuk merek sekunder secondary brand). Merek sekunder ini biasanya dikenal juga sebagai nama varian (variant name) atau merek dagang yang merupakan suatu kalimat atau istilah yang deskriptif.

Menurut Suyud yang juga sebagai Ketua Umum AKHKI (Asosiasi Konsultan HKI Indonesia) “Istilah deskriptif itu kadanng hanya bertujuan untuk menjelaskan fungsi dari produk dan bukan merupakan elemen utama dari kesatuan merek tersebut, namun diajukan sebagai merek yang sesungguhnya merupakan extension dari brand yang sudah dikenal.

Baca juga: Menteri Teten Nilai Sertifikat HKI Bisa Dongkrak Daya Saing UMKM

“Kalimat/istilah deskriptif mengandung kata-kata yang umum digunakan sehari-hari (generic words) oleh konsumen dan juga pelaku usaha,” katanya.

Dia menjelaskan, klaim merek terkenal atas secondary brand yang bersifat deskriptif atau generic words berpotensi negatif dan dapat menimbulkan dan persaingan curang (unfair business practices) antar sesama pelaku usaha (competitor bisnis).

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas