Ini Penyebab Hak Akses Data Kependudukan 153 Lembaga Pengguna Dicabut Dukcapil Kemendagri
Sebanyak 153 lembaga pengguna data kependudukan dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Ke
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sebanyak 153 lembaga pengguna data kependudukan dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dicabut hak aksesnya.
Hal itu disampaikan Direktur Jenderal (Dirjen) Dukcapil, Zudan Arif Fakrulloh dalam sebuah pernyataan Selasa (13/4/2021).
Profesor Zudan menyampaikan tindakan ini merupakan sanksi tegas bagi lembaga pengguna yang melanggar perjanjian kerjasama (PKS) dan melakukan wanprestasi.
“Perjanjian kerja sama (PKS) untuk mendapatkan hak akses verifikasi data tersebut harus dengan sejumlah syarat dan ketentuan yang harus ditaati,” tegasnya, Selasa (13/4/2021)
Menurut Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh, pemberian hak akses verifikasi data kependudukan, merupakan amanat Pasal 58 UU No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.
Pasal itu menyebutkan bahwa data kependudukan dari Kemendagri dapat dimanfaatkan untuk semua keperluan antara lain pelayanan publik, perencanaan pembangunan, alokasi anggaran, pembangunan demokrasi, dan penegakan hukum serta pencegahan kriminal.
"Secara berkala kami melakukan evaluasi berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku tadi,” ujarnya.
Selain itu berdasarkan Pasal 45 Permendagri No. 102 Tahun 2019 tentang Pemberian Hak Akses, pengguna data yang melakukan wanprestasi dikenakan sanksi administratif.
Yakni mulai dari pengurangan kuota hak akses, penonaktifan user identity, pemutusan jaringan, penonaktifan card reader, pencabutan surat persetujuan penggunaan card reader, hingga penghentian kerja sama.
Baca juga: Jika Database Kependudukan Belum Rapi, Pemilu Akan Selalu Bermasalah
“Hak akses bisa sewaktu-waktu dicabut bila lembaga pengguna tidak melaksanakan kewajiban yang tertuang dalam PKS, antara lain memberikan data balikan (reverse data), penggunaan card reader, dan laporan penggunaan data per semester," kata Zudan.
Berdasarkan hasil evaluasi mendalam, pihaknya menemukan sejumlah 153 lembaga yang melakukan wanprestasi, yaitu tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana diatur dalam PKS yaitu memberikan laporan tiap semester.
Dari 153 lembaga yang dinonaktifkan hak aksesnya, terdiri 1 lembaga amil zakat, 3 entitas penyelenggara pengiriman uang, 13 entitas perusahaan asuransi, 19 lembaga perbankan, 2 jasa kesehatan.
Selain itu terdapat 1 lembaga koperasi, 16 entitas pasar modal, 17 lembaga pembiayaan, 73 BPR, 2 lembaga pendidikan, 1 perusahaan fintech, 3 perusahan seluler, lain-lain: 2 lembaga.
“Sebagai bentuk sanksi pelanggaran PKS, kami mencabut hak akses verifikasi data kependudukan yang telah diberikan,” katanya menegaskan.
Namun dari 153 lembaga tadi, ada 34 lembaga yang kembali diaktifkan hak aksesnya karena telah memenuhi kewajibannya setelah sanksi dijatuhkan sebagaimana diatur dalam PKS.
Lembaga Pengguna tersebut antara lain adalah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Commonwealth, PT Telekomunikasi Selular Tbk, PT Smartfren Telecom Tbk, PT Hutchison 3 Indonesia, PT BNI Sekuritas, dan PT Mandiri Tunas Finance.
"Dukcapil kembali mengaktifkan hak akses pemanfaatan data kependudukan bagi 34 lembaga ini karena mereka berkomitmen melaksanakan kewajibannya sebagaimana diatur dalam PKS," kata Dirjen Zudan.
Dirjen Zudan menambahkan, data kependudukan Dukcapil telah dimanfaatkan oleh berbagai lembaga pelayanan publik yang telah bekerja sama dengan Ditjen Dukcapil, demi meningkatkan fungsi proses verifikasi identitas customer.
Data kependudukan berperan sebagai key factor dalam seluruh aktivitas pelayanan publik termasuk sektor keuangan, pasar modal, rumah sakit, jasa telekomunikasi dan lembaga lainnya.
“Dalam kaitan ini, Dukcapil memberi dukungan nyata dalam setiap proses e-KYC atau electronic know your customer," ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.