Setara Institute Kritik Wacana Abaikan HAM demi Tumpas KKB Papua: Hanya akan Memicu Kekerasan Baru
Setara Institute menyebutkan, dengan meletakkan urusan HAM sebagai urusan belakangan, justru dapat memicu berkembangnya spiral kekerasan dan ...
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Bambang Soesatyo, meminta aparat keamanan menurunkan kekuatan penuh dan menumpas habis kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua.
Menurut Bamsoet, aparat keamanan tidak perlu ragu untuk menurunkan kekuatan penuh dan urusan hak asasi manusia (HAM) bisa dibicarakan belakangan.
"Saya meminta pemerintah dan aparat keamanan tidak ragu dan segera turunkan kekuatan penuh menumpas KKB di Papua yang kembali merenggut nyawa. Tumpas habis dulu. Urusan HAM kita bicarakan kemudian," kata Bamsoet dalam keterangannya, Senin (26/4/2021) kemarin.
Pernyataan ini disampaikan Bamsoet itu merespons Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Karya Nugraha oleh KKB kelompok Lekagak Telengen di Boega, Kabupaten Puncak, Papua hingga meninggal dunia.
Namun pernyataan ini dikritik Setara Institute. Dalam keterangan pers yang diterima, Setara Institute menyebutkan, dengan meletakkan urusan HAM sebagai urusan belakangan, justru dapat memicu berkembangnya spiral kekerasan dan kompleksitas persoalan konflik di Papua.
Dalam konstruksi HAM yang juga diatur dalam UUD 1945 pasal 28i, terdapat hak-hak yang terkategori non-derogable rights yang tidak dapat dikurangi dalam kondisi apapun dan oleh siapapun.
Dalam UU HAM telah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan "dalam keadaan apapun" termasuk keadaan perang, sengketa senjata, dan atau keadaan darurat. Kemudian yang dimaksud dengan "siapapun" adalah Negara, Pemerintah dan atau anggota masyarakat.
"Berkembangnya spiral kekerasan hanya akan mengakibatkan semakin banyaknya korban berjatuhan, terutama dari masyarakat sipil. Bahkan pada Kamis (8/4/2021), 2 orang guru SD juga menjadi korban penembakan karena dianggap sebagai pendatang yang bertugas sebagai mata-mata. Pelbagai kasus penembakan yang memakan korban jiwa, terutama dari masyarakat sipil, semakin memperlihatkan pendekatan keamanan tidak menjadi jawaban atas persoalan konflik di tanah Papua," tulis Setara Institute dalam keterangannya.
Baca juga: Moeldoko: Operasi di Papua Perlu Dievaluasi
"Ketimbang meletakkan HAM sebagai urusan belakangan, yang secara eksplisit tidak kondusif terhadap penyelesaian konflik Papua, Pendekatan halus (soft approach) dalam bentuk negosiasi yang dilakukan terhadap GAM di Aceh seharusnya dapat menjadi pembelajaran. Terlebih, para aktor yang terlibat ketika itu masih dapat dijumpai."
"Melalui strategi ini kelompok eks kombatan GAM yang dipimpin Din Minimi telah menyerahkan diri pada 2015 lalu. Penyerahan diri Din Minimi itu kemudian diikuti oleh 120 orang anak buahnya dan menyerahkan persenjataan yang mereka pegang (bbc, 29/12/2015). Dengan demikian, penyelesaian konflik dapat dilakukan tanpa memakan korban jiwa lagi, terutama dari masyarakat sipil."
Baca juga: Legislator PKS: Korban Terus Berjatuhan, Akibat Pemerintah Tidak Serius Atasi Masalah Papua
Dalam penyelesaian konflik di Papua, SETARA mendesak kedua belah pihak untuk melakukan kesepakatan penghentian permusuhan (cessation of hostilities) agar dialog mencari jalan damai dapat dilakukan.
Kemudian mengedepankan penegakan hukum. Upaya perlu dilakukan untuk mengeliminasi kekuatan bersenjata sebagai sarana solutif, penyelesaian, atau pun pemecah masalah keamanan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.