Pakar Hukum Internasional: Tepat Penggunaan UU Terorisme di Papua
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menlai sudah tepat pemerintah memberlakukan Undang-Undang Teroris di Papua
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menlai sudah tepat pemerintah memberlakukan Undang-Undang Teroris di Papua.
Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengumumkan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua sebagai organisasi teroris.
“Pemerintah telah menyatakan UU Terorisme diberlakukan di Papua. Pemberlakuan ini sudah tepat,” ujar Rektor Universitas Jenderal A. Yani ketika dihubungi Tribunnews.com, Jumat (30/4/2021).
Dia menjelaskan penggunaan kekerasan oleh pihak-pihak tertentu yang melawan pemerintah yang sah di Papua telah sampai pada penggunaan kekerasan yang mengarah pada terorisme.
Berdasarkan UU Terorisme, maka, imbuh dia, tidak hanya Polri yang dapat menghadapi pelaku teror, tetapi juga TNI.
“Penggunaan kekerasan oleh pihak-pihak tertentu yang terjadi di Papua tidak mungkin dihadapi oleh pemerintah dengan kesejahteraan tetapi harus digunakan juga penggunaan kekerasan,” kata dia.
Karena itu dia yakin, dunia dan masyarakat internasional sangat bisa memahmi bila pemerintah akan memberlakukan UU Terorisme atas penggunaan kekerasan oleh pihak-pihak tertentu.
“Masyarakat internasional akan memahami penggunaan kekerasan oleh pemerintah bukanlah justifikasi untuk bertindak secara represif di tanah Papua,” jelasnya.
Baca juga: Legislator Gerindra Nilai Penetapan KKB Sebagai Teroris Bukan Solusi Selesaikan Masalah Papua
Lebih lanjut ia menjelaskan penggunaan kekerasan di Papua, menurut dia, paling tidak ada tiga katagori.
Pertama, katagori penggunaan kekerasan dalam bentuk Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Pihak-pihak seperti ini menggunakan kekerasan namun tidak ada niatan dari pelaku untuk memisahkan diri dari NKRI atau mengusung ideologi separatisme.
Kedua adalah katagori penggunaan kekerasan untuk tujuan memisahkan diri dari NKRI. Ini dalam UU TNI disebutkan sebagai separatisme bersenjata. Pihak-pihak yang mengunakan kekerasan dengan jelas memiliki ideologi untuk memisahkan diri.
Adapun yang menjadi target penyerangan dengan menggunakan senjata adalah instalasi militer atau pemerintahan. Sama sekali bukan penduduk sipil.
Terakhir adalah penggunaan kekerasan yang bertujuan untuk menimbulkan suasana teror.
Dalam Pasal 6 UU Terorisme, kata dia, jelas disebutkan setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut.
“Inti dari Pasal 6 UU Terorisme adalah penggunaan kekerasan untuk menimbulkan suasana teror. Dalam konteks target serangan bisa ke siapa saja tidak hanya instansi militer atau pemerintah tetapi juga masyarakat sipil yang tidak berdosa,” ucapnya.
“Bagi mereka yang melancarkan serangan teror yang penting adalah menimbulkan suasana teror sehinga apa yang menjadi tuntutan pelaku akan mudah dikabulkan oleh pihak yang dituntut (pemerintah),” jelasnya.
Diberitakan sebelumnya Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengumumkan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua sebagai organisasi teroris.
Mahfud mengatakan keputusan pemerintah tersebut sejalan dengan pandangan yang dikemukakan oleh Ketua MPR, Pimpinan BIN, Pimpinan Polri, Pimpinan TNI.
Selain itu keputusan tersebut, kata Mahfud, juga sejalan dengan fakta banyaknya tokoh masyarakat, tokoh adat, Pemerintah Daerah, dan DPRD Papua datang kepada pemerintah khususnya Kemenko Polhukam untuk menangani tindak-tindak kekerasan yang muncul belakangan ini di Papua.
Pemerintah, kata Mahfud, menyatakan mereka yang melakukan pembunuhan dan kekerasan secara brutal secara masif sesuai dengan ketentuan Undang-Undang nomor 5 tahun 2018 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme.
Mahfud menjelaskan definisi teroris berdasarkan UU teesebut adalah siapapun orang yang merencanakan, menggerakkan, dan mengorganisasikan terorisme.
Sedangkan terorisme, kata dia, adalah setiap perbuatan yang menggunakan kekerasan, atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas yang dapat menimbulkan korban secara massal dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, terhadap lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, dan keamanan.
Tidak hanya KKB, kata Mahfud, pemerintah juga menyatakan mereka yang berafiliasi dengan KKB juga termasuk ke dalam tindakan teroris.
"Berdasarkan definisi yang dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 maka apa yang dilakukan oleh KKB dan segala nama organisasinya dan orang-orang yang berafiliasi dengannya adalah tindakan teroris," kata Mahfud saat konferensi pers pada Kamis (29/4/2021).
Untuk itu, kata Mahfud, pemerintah sudah meminta Polri, TNI, BIN, dan aparat-aparat terkait untuk melakukan tindakan terhadap organisasi tersebut.
"Untuk itu maka pemerintah sudah meminta kepada Polri, TNI, BIN, dan aparat-aparat terkait untuk melakukan tindakan secara cepat, tegas, dan terukur menurut hukum. Dalam arti jangan sampai menyasar ke masyarakat sipil," kata Mahfud.(*)