Rekomendasi Komnas Perempuan Belum Ditindaklanjuti KPK Meski Kekerasan Gender Terindikasi di TWK
Staf Humas KPK Tata Khoiriyah beserta sejumlah pegawai perempuan KPK cari tahu progres laporan mereka di Komnas Perempuan.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Staf Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tata Khoiriyah beserta sejumlah pegawai perempuan KPK mendatangi kantor Komnas Perempuan di Jakarta Pusat pada Senin (31/5/2021).
Kedatangan Tata dan temannya siang itu bertujuan untuk mencari tahu sejauh mana laporan mereka bersama Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Kekerasan Seksual (KOMPAKS) beberapa waktu lalu terkait dugaan perendahan harkat dan martabat perempuan dalam proses Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) telah diproses.
Baca juga: TNI-Polri Jaga Ketat Gedung Merah Putih KPK Jelang Pelantikan Pegawai Jadi ASN
Kedatangan Tata dan teman-temannya diterima oleh Komisioner Komnas Perempuan Theresia Sri Endras Iswarini, Veryanto Sitohang, serta beberapa staf lain.
Usai pertemuan tesebut, Tata mengatakan mereka mengapresiasi pernyataan pers berjudul Urgensi Perspektif Hak Asasi Perempuan dalam Pengujian Calon Aparatur Sipil Negara yang diunggah di laman resmi Komnas Perempuan, komnasperempuan.go.id, pada 12 Mei 2021.
Di dalam pernyataan pers tersebut, Komnas Perempuan di antaranya mengapresiasi keberanian peserta uji untuk melaporkan pengalamannya akibat memperoleh pertanyaan yang dirasakan melecehkan, mengintimidasi dan bahkan memicu trauma.
Pertanyaan yang dimaksud adalah terkait status perkawinannya, alasan perceraian, pilihan cara berpakaian, gaya hidup, kehidupan seksual dan hal-hal bersifat pribadi lainnya.
Pertanyaan tersebut dilontarkan dengan sikap yang intimidatif dan tidak peka pada dampak yang dirasakan korban (peserta uji).
Baca juga: Ini Daftar Lengkap 75 Pegawai KPK Tak Lolos Tes Wawasan Kebangsaan
Ada pula yang melaporkan pelecehan dalam bentuk komentar dari penguji berupa ajakan untuk menikahi sebagai istri kedua.
Selain itu, Komnas Perempuan juga mengidentifikasi adanya indikasi pertanyaan-pertanyaan tersebut melanggar hak kebebasan beragama/berkeyakinan, kebebasan berekpresi/berpendapat, hak bebas dari perlakuan diskriminasi dan kekerasan berbasis gender, termasuk pelecehan seksual.
Komnas Perempuan juga memahami adanya kekhawatiran pada stigma sebagai pihak yang radikal atau yang tidak setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah yang sah setelah dinyatakan sebagai pihak yang tidak lolos TWK.
Selain itu juga, pada dampak lanjutan dari stigma itu terhadap kehidupan diri dan keluarganya, termasuk potensi risiko khas gender yang akan dihadapi perempuan.
Untuk itu, Komnas Perempuan menyampaikan rekomendasi kepada KPK, BKN, dan masyarakat.
Baca juga: 700 Pegawai Lolos TWK Kompak Tak Hadiri Pelantikan jadi ASN, Bagaimana Kerja KPK Setelahnya?
Komnas Perempuan merekomendasikan KPK mengembangkan dan mengimplementasikan mekanisme pengaduan dan penanganan keluhan terkait dengan proses pengalihan pegawai KPK menjadi ASN secara transparan dan akuntabel, dengan memberikan perhatian khusus pada kerentanan khas perempuan atas tindak diskriminasi dan kekerasan berbasis gender.
KPK juga direkomendasikan untuk menginformasikan hasil TWK di lingkungan KPK secara jelas dan menggunakan hasil TWK tersebut sebagai dasar rencana pembinaan terhadap pegawai KPK dan bukan untuk pemutusan hubungan kerja.