Fenomena Antrean BTS Meal, Sosiolog: Driver Ojol Alami Risiko Terbesar, Harusnya Bisa Diantisipasi
Buntut dari fenomena antrean BTS Meal, Sosiolog sebut resiko terbesar dialami oleh driver ojol, sebut harusnya bisa diantisipasi
Penulis: Inza Maliana
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Sosiolog dari Universitas Gajah Mada (UGM), Bayu Yulianto ikut menanggapi fenomena kerumunan massa akibat antrean BTS Meal di sejumlah gerai McDonald's di Indonesia.
Menurut Bayu, fenomena antrean BTS Meal dinamakan histeria massa dalam konteks pola konsumsi.
Bayu menjelaskan, para penggemar BTS yang disebut ARMY sebenarnya tidak membeli produknya, tetapi membeli makna yang menempel dalam produk tersebut.
Baca juga: Polda Metro Sarankan McDonalds Hilangkan Sementara Menu BTS Meal
"Ini sebenarnya histeria dalam konteks pola konsumsi, orang bukan lagi membeli produknya."
"Tetapi membeli makna-makna yang menempel disitu, ada soal BTS dan K-pop, itu yang sebenarnya dibeli sama mereka," kata Bayu, dalam tayangan Youtube tvOne, Kamis (10/6/2021).
Bayu menuturkan, sikap para ARMY menunjukkan rasa loyal kepada idola dan rasa bangga.
Kemudian, rasa tersebut digaungkan dalam jejaring media sosial yang sudah bergulir selama berbulan-bulan lamanya.
Untuk itu, kata Bayu, begitu BTS Meal dibuka di Indonesia, para ARMY langsung menyerbunya.
"Memang prosesnya bergulir terus selama sebulan lebih, itu yang membuat begitu dibuka (langsung membludak, red)."
"Nah problemnya ini ada konteks Covidnya dan risiko terbesar adalah para pengemudi ojek onlinenya," kata Bayu.
Baca juga: Gerai McD Tutup karena Antrean BTS Meal, Fans: Agak Kecewa, tapi untuk Cegah Kerumunan Tidak Masalah
Menanggapi fenomena ini, Bayu menilai seharusnya pihak McDonald's bertanggung jawab penuh.
Pasalnya, pembukaan BTS Meal di negara tetangga juga tak kalah membludak seperti di Indonesia.
Untuk itu, Bayu menilai seharusnya manajemen McDonald's di Indonesia bisa belajar dari negara lain yang sudah membukanya terlebih dahulu.
"Kalau saya melihat siapa yang mesti bertanggungjawab, ya tentu saja yang punya prakarsa."