Polemik Sembako Bakal Kena Pajak, Komentar YLKI: Dari Sisi Etika, Tidak Pantas
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi tanggapi polemik sembako bakal kena pajak: Dari Sisi Etika, Tidak Pantas.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Arif Fajar Nasucha
Komunitas itu menyuarakan pajak pada alat kesehatan dihapuskan.
Baca juga: Rencana Pemerintah Mengenakan Tarif PPN Sembako Dinilai Sangat Tidak Pantas
"Jangan dikenai pajak barang mewah. Nanti kalau ada PPN lagi dan segala macamnya makin berat."
"Karena pajak-pajak itu pada akhirnya dibebankan pada pasien, pasien harus membayar lebih," ungkap Tulus.
Ia meminta pemerintah untuk membahas lebih lanjut soal objek-objek apa saja yang bisa dikenai pajak yang besar.
"Saya kira objek-objek besar pajak bisa dielaborasi lebih komprehensif," lanjutnya.
Selanjutnya, kata Tulus, rencana pelaksanaan PPN ini tak hanya memperhatikan soal efisiensi ekonomi, tapi juga dari sisi kesehatan dan lingkungan.
Baca juga: Legislator PKS: Pengenaan PPN untuk Sembako dan Biaya Persalinan Makin Memberatkan Keluarga
Misalnya, PPN bisa dikenakan pada produk barang yang bisa menimbulkan penyakit akut.
"Selama ini kita melihat penyakit besar dipicu oleh produk tidak sehat yang dikonsumsi masyarakat."
"Jadikanlah pajak sebagai instrumen pengendali agar masyarakat lebih sehat, seperi cukai rokok, atau cukai makanan dengan gula yang tinggi, dengan lemak yang tinggi."
"Sehingga punya dimensi yang lebih luas. Jadi uangnya dapat tapi lebih bermanfaat," tandasnya.
Alasan Pemerintah ingin Pajaki Sembako dan Jasa Pendidikan
Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan memberikan penjelasan soal rencana pemberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi bahan pokok (sembako) dan jasa pendidikan.
Menurut Ditjen Pajak, kebijakan bebas PPN terhadap sembako dan jasa pendidikan saat ini dianggap tidak memenuhi rasa keadilan.
Penjelasan itu disampaikan Ditjen Pajak melalui akun Instagram resmi Ditjen Pajak @ditjenpajakri, dikutip Tribunnews sebelumnya, Sabtu (12/6/2021).