Tak Konsisten Jawab Pertanyaan, Terdakwa Suap Benur Lobster 'Disemprot' Hakim
Albertus meradang karena pernyataan Siswadhi terkait pembagian biaya ekspor untuk PT PLI dan PT ACK yang dikelolanya tak konsisten.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Hasanudin Aco
Mendengar jawaban Siswadhi berubah dari pernyataan awalnya, lantas Hakim menegur Siswadhi secara tegas, dan meminta terdakwa tersebut untuk menjawab pertanyaan dengan konsisten.
"lihat mata saya, mana yang benar," ucap Hakim kepada Siswadhi.
"Rp1.450 (PT ACK)+ Rp350 (PT PLI)," jawab Siswadhi.
"Saya pertegas ini, jangan sampai nanti berubah-ubah. Saya hanya uji konsisten keterangan satu yang lain berkas yang bersamaan ini. konsisten, jangan dibilang nanti hakimnya mencla-mencle. putusan ini begini, putusan itu begini, beda. nanti dibaca akademisi malu kami itu," tutur Hakim dengan suara lantang.
Dalam perkara ini, Edhy Prabowo didakwa menerima suap senilai Rp25,7 milar oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK.
Penerimaan suap ini dilakukan secara bertahap yang berkaitan dengan penetapan izin ekspor benih lobter atau benur tahun anggaran 2020.
Penerimaan suap itu diterima oleh Edhy Prabowo dari para eksportir benur melalui staf khususnya, Andreau Misanta Pribadi dan Safri; sekretaris Menteri KP, Amiril Mukminin; staf pribadi istri Iis Rosita Dewi, Ainul Faqih dan Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PLI), sekaligus pemilik PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadhi Pranoto Loe.
Pemberian suap ini setelah Edhy Prabowo menerbitkan izin budidaya lobater untuk mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp) dan Ranjungan (Portunus spp) dari wilayah negara Republik Indonesia.
Pemberian suap juga bertujuan agar Edhy melalui anak buahnya Andreau Misanta Pribadi dan Safri mempercepat proses persetujuan izin budidaya lobster dan izin ekspor benih bibit lobster perusahaan Suharjito dan eksportir lainnya.
Perbuatan Edhy selaku Menteri Kelautan dan Perikanan RI bertentangan dengan Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, serta bertentangan dengan sumpah jabatannya.
Edhy Prabowo didakwa melanggar Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.