Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tak Konsisten Jawab Pertanyaan, Terdakwa Suap Benur Lobster 'Disemprot' Hakim

Albertus meradang karena pernyataan Siswadhi terkait pembagian biaya ekspor untuk PT PLI dan PT ACK yang dikelolanya tak konsisten.

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Tak Konsisten Jawab Pertanyaan, Terdakwa Suap Benur Lobster 'Disemprot' Hakim
Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
Sidang lanjutan perkara dugaan suap ekspor benih bening lobster (BBL) atas terdakwa eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (16/6/2021). 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Albertus Usada meluapkan amarahnya saat menanyakan terdakwa dugaan suap benih lobster (benur) sekaligus Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PT PLI) dan Pendiri PT Aero Citra Kargo (PT ACK) Siswadhi Pranoto Loe.

Albertus meradang karena pernyataan Siswadhi terkait pembagian biaya ekspor untuk PT PLI dan PT ACK yang dikelolanya tak konsisten.

Diketahui, PT ACK merupakan perusahaan kargo yang ditunjuk oleh eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo untuk mengurus ekspor benur.

Dalam hal ini, hakim Albertus menanyakan Siswadhi soal rincian pembagian biaya ekspor benih bening lobster (BBL) senilai Rp1.800 dari PT PLI dan PT ACK.

"Itu berapa bagian PT ACK dan berapa yang jadi bagian PT PLI? Kemarin ada Rp 1.450 dan Rp 350 hasilnya Rp 1.800. Sementara ada keterangan lain Rp 1.500 (untuk ACK) dan Rp 300 (untuk PLI), ketemunya sama Rp 1.800. Coba saudara sebagai saksi dan terdakwa berapa nilai jumlah yang pasti, besaran ongkos angkut udaranya (flight Forwarding)?" tanya hakim kepada Siswadhi dalam persidangan, Rabu (16/6/2021).

Baca juga: Pengadilan Tipikor Kembali Gelar Sidang Dugaan Suap Benur Terdakwa Eks Menteri Edhy Prabowo

Menjawab pertanyaan hakim, Siswadhi mengatakan kalau penyerahan uang dari PLI ke ACK itu totalnya Rp350

Berita Rekomendasi

Namun, Hakim menilai kalau jawaban Siswadhi tidak masuk akal, lantas Hakim Albertus menjelaskan variabel yang terkait dalam pembagian tersebut.

"Variabelnya adalah Rp1.800. Berapa komponennya? ada 2 (PLI dan ACK). PLI berapa? ACK berapa? Ketemu 1800. itu saja kok," ucap hakim.

Menanggapi pernyataan dari Hakim, Siswadhi memperbaiki jawabannya, yakni dengan menyebut kalau pembagian ekspor benur tersebut yakni PT ACK Rp1.500 dan PT PLI Rp300.

"Di ACK Rp 1.500 untuk pihak KKP dan Rp 300 untuk perwakilan yang dari PLI," ujar Siswadhi.

Pengakuan dari Siswadhi itu kembali dipertanyakan hakim, karena angka yang dijelaskan oleh Siswadhi berbeda dengan dakwaan jaksa dan fakta sidang sebelumnya.

"Di penuntut umum Rp1.450 (ACK) + Rp350 (PLI), mana ini yang benar? Dalam dakwaan itu Rp 350 PLI dan Rp 1.450 adalah ACK. Ini kok ada versi lain Rp 1.500+ Rp 300, bagaimana ini. Mana yang pasti ini?" tanya hakim dengan suara lantang kepada Siswadhi.

Menanggapi pernyataan Hakim yang sesuai dengan dakwaan jaksa, lantas Siswadhi menjawabnya sesuai dakwaan jaksa yakni Rp1.450 untuk PT ACK dan Rp350 untuk PT PLI.

Mendengar jawaban Siswadhi berubah dari pernyataan awalnya, lantas Hakim menegur Siswadhi secara tegas, dan meminta terdakwa tersebut untuk menjawab pertanyaan dengan konsisten.

"lihat mata saya, mana yang benar," ucap Hakim kepada Siswadhi.

"Rp1.450 (PT ACK)+ Rp350 (PT PLI)," jawab Siswadhi.

"Saya pertegas ini, jangan sampai nanti berubah-ubah. Saya hanya uji konsisten keterangan satu yang lain berkas yang bersamaan ini. konsisten, jangan dibilang nanti hakimnya mencla-mencle. putusan ini begini, putusan itu begini, beda. nanti dibaca akademisi malu kami itu," tutur Hakim dengan suara lantang.

Dalam perkara ini, Edhy Prabowo didakwa menerima suap senilai Rp25,7 milar oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK.

Penerimaan suap ini dilakukan secara bertahap yang berkaitan dengan penetapan izin ekspor benih lobter atau benur tahun anggaran 2020.

Penerimaan suap itu diterima oleh Edhy Prabowo dari para eksportir benur melalui staf khususnya, Andreau Misanta Pribadi dan Safri; sekretaris Menteri KP, Amiril Mukminin; staf pribadi istri Iis Rosita Dewi, Ainul Faqih dan Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PLI), sekaligus pemilik PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadhi Pranoto Loe.

Pemberian suap ini setelah Edhy Prabowo menerbitkan izin budidaya lobater untuk mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp) dan Ranjungan (Portunus spp) dari wilayah negara Republik Indonesia.

Pemberian suap juga bertujuan agar Edhy melalui anak buahnya Andreau Misanta Pribadi dan Safri mempercepat proses persetujuan izin budidaya lobster dan izin ekspor benih bibit lobster perusahaan Suharjito dan eksportir lainnya.

Perbuatan Edhy selaku Menteri Kelautan dan Perikanan RI bertentangan dengan Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, serta bertentangan dengan sumpah jabatannya.

Edhy Prabowo didakwa melanggar Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas