Anggota Komisi VIII Minta Perpres Soal Sanksi Denda bagi Penolak Vaksin Dicabut, Ini Alasannya
Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf kritik langkah pemerintah memberikan sanksi denda kepada masyarakat yang menolak divaksin
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Theresia Felisiani
Karenanya Bukhori meyakini, sejatinya tidak ada masyarakat yang menginginkan dirinya rentan terhadap virus Covid-19.
Apalagi dalam syariat, vaksinasi adalah bagian dari ikhtiar seorang muslim untuk Hifzun Nafs atau menjaga jiwa.
Ia pun menyarankan supaya Perpres tersebut dicabut dan meminta pemerintah berfokus pada strategi edukasi yang masif.
“Artinya, akar permasalahan bukan terletak pada faktor keengganan masyarakat untuk divaksin, tetapi sejauh mana efektivitas pemerintah dalam mendialogkan duduk perkara dengan masyarakat, mengkomunikasikan pesan soal manfaat dan kepastian vaksin, serta meluruskan kabar hoax soal vaksin di tengah masyarakat. Ini adalah cara-cara humanis untuk membangkitkan kesadaran publik tanpa harus membuat mereka benci dengan program baik pemerintah,” jelasnya.
Tidak hanya itu, Bukhori mengatakan harus ada kepastian niat baik pemerintah ini bisa sampai dengan utuh hingga ke masyarakat akar rumput, butuh kerja kolosal yang melibatkan banyak pihak.
Misalnya tokoh agama dan tokoh masyarakat. Tokoh agama/masyarakat dari tingkat pusat hingga daerah, menurutnya, perlu dirangkul oleh pemerintah untuk bekerjasama memberikan edukasi kepada masyarakat.
“Perlu dipastikan bahwa para tokoh agama/masyarakat tidak hanya dilihat sebagai objek penerima vaksin semata, tetapi sebagai subjek berdaya yang bisa menyukseskan upaya percepatan vaksinasi dengan menjadi bagian tim khusus penyuluh vaksin di bawah supervisi otoritas kesehatan setempat,” ujarnya.
Baca juga: Luhut Diragukan Pimpin PPKM Darurat, Legislator PDIP : Pak Luhut Sudah Teruji Soal Kepemimpinan
Di sisi lain, Bukhori juga menyoroti persoalan terkait manajemen penyelenggaraan vaksinasi massal di sejumlah tempat yang lemah secara tata kelola.
Beberapa penyelenggara terbukti gagal mengantisipasi kerumunan yang ditimbulkan akibat antrian yang membludak.
Alhasil, usaha vaksinasi menjadi kontradiktif dengan tujuan utamanya.
“Demi menghindari kerumunan dan percepatan vaksinasi, sebaiknya setiap penyelenggaraan vaksinasi dilakukan dengan menggandeng layanan RT/RW. Alasannya, pengondisian massa lebih mudah dilakukan. Kedua, sasaran lebih mudah teridentifikasi, khususnya bagi mereka yang masih ragu, bisa segera diedukasi oleh pengurus RT/RW setempat,” usulnya.
Ketua DPP PKS ini juga memperingatkan, upaya vaksinasi akan sia-sia apabila tidak dibarengi dengan upaya menekan mobilitas warga.
Baca juga: Mendagri Diminta Beri Teguran Keras kepada Daerah yang Belum Cairkan Insentif Nakes
Menurutnya, pemerintah semestinya tidak serba tanggung dalam meramu kebijakan untuk merespons kondisi aktual terkait pandemi.
Sebab kebijakan yang serba tanggung hanya akan menjadi bom waktu yang akan menguras biaya sosial-ekonomi lebih tinggi di kemudian hari.