Analisa Pengamat Militer Soal Presiden Jokowi Belum Serahkan Nama Calon Panglima TNI Kepada DPR
Khairul Fahmi memberikan anilisinya terkait calon panglima TNI yang akan menggantikan Marsekal TNI Hadi Tjahtjanto.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Adi Suhendi
"Dan bisa jadi juga (tidak usulkan nama pengganti Panglima TNI) mengindikasikan kuatnya pertimbangan politis, sehingga membawa implikasi problem regenerasi kepemimpinan TNI," jelasnya.
Bagaimana pun, sambung Fahmi, sesuai ketentuan Undang-undang, Presiden tetap harus memilih salah satu dari ketiganya (AL, AD, dan AU).
Kecuali dalam waktu dekat ada penggantian dijajaran kepala staf sehingga memungkinkan munculnya kandidat baru di luar tiga nama yang ada saat ini.
Ketiga, lanjut Fahmi, kepentingan politik dalam penentuan calon Panglima TNI adalah sebuah keniscayaan.
Sehingga adanya nuansa politik dipastikan tidak terhindarkan.
Menurutnya bagaimanapun pergantian Panglima TNI merupakan sebuah proses politik, di mana Presiden mengusulkan dan kemudian DPR akan menilai sebelum memutuskan setuju atau tidak dengan pilihan Presiden.
"Yang tidak patut adalah jika para 'bakal calon' ini kemudian menggunakan instrumen atau kekuatan politik tertentu untuk memperkuat peluang untuk dipilih Presiden melalui komunikasi dan negosiasi politik," kata Fahmi.
Baca juga: Panglima TNI Targetkan 70 Persen Warga Jakarta Sudah Divaksin Sebelum HUT RI
"Sulit membayangkan hal itu akan bisa terbebas dari komitmen-komitmen transaksional bahkan kontraktual," tambahnya.
Fahmi menilai, jika hal ini yang terjadi dan proses politik berpihak pada pihak yang melakukan, maka akan sulit bagi publik untuk memandang objektif kiprah kelembagaan TNI.
Selain itu, sulit juga bagi TNI untuk secara fair berjarak dengan kekuatan politik yang 'getol' mendukung Panglima-nya.
Sulit juga membayangkan kekuatan-kekuatan politik pendukung itu tidak tertarik melibatkan TNI dalam 'mengamankan' kepentingannya.
"Jadi dari poin ini jelas, kepentingan politik itu niscaya tapi kan baru kali ini ada kontestasi calon Panglima yang para politisi begitu getol mengarahkan pada nama tertentu," katanya.
Keempat, Fahmi menilai menjadikan tahun penyelenggaraan hajatan demokrasi (Pemilu) sebagai variabel yang seolah-olah sangat penting dalam penentuan calon Panglima TNI, seperti yang terjadi pada era Orde Baru.
Era di mana TNI memiliki peran dominan dan sangat penting dalam agenda sosial politik negara dan pengelolaan pemerintahan.