KSP Jelaskan Alasan Presiden Jokowi Terbitkan PP Perlindungan Khusus Anak
KSP menjelaskan alasan Presiden terbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Kantor Staf Presiden (KSP) menjelaskan alasan Presiden terbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak.
Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani menjelaskan terdapat setidaknya dua kebutuhan yang mendasari dikeluarkannya PP tersebut. Diantaranya yakni kebutuhan sosiologis-empirik dan kebutuhan yuridis.
Dari perspektif sosiologis-empirik, kata dia saat ini terdapat situasi dan kondisi tertentu yang membahayakan diri dan jiwa anak.
Baca juga: Jokowi Ucapkan Selamat Kepada Ismail Sabri Yaakob yang Telah Dilantik Menjadi PM Malaysia
"Termasuk di antaranya, anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak yang dieksploitasi baik secara seksual maupun ekonomi, anak yang menjadi korban perdagangan, dan kondisi-kondisi khusus lainnya," kata dia, Minggu, (22/8/2021).
Merespon kebutuhan sosiologis-empirik tersebut, Presiden Jokowi, kata dia selalu mengingatkan bahwa anak Indonesia harus terlindungi, karena dipundak anak-anak tersebut terpanggul harapan akan Indonesia maju.
Baca juga: PPKM Level 2-4 Berakhir Besok, Akankah Diperpanjang? Ini Data Corona Sepekan dan Arahan Jokowi
"Dalam proses perlindungan anak, Presiden juga sudah mengingatkan bahwa pemerintah harus mampu untuk memberikan pelayanan pengaduan yang mudah diakses," katanya.
Oleh karenanya itu, kata dia, Presiden mengeluarkan PP Nomor 78 Tahun 2021 untuk memastikan adanya langkah ekstra dari pemerintah untuk melindungi anak dari situasi dan kondisi tertentu yang mengancam tumbuh kembang anak sebagai bentuk respon atas kebutuhan sosiologis-empirik tersebut.
Sedangkan dari perspektif yuridis, kata Jaleswari, PP tersebut diterbitkan sebagai amanat dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Baca juga: NU Dulu Diremehkan saat Orde Baru, Cak Imin Ingat Pesan Gus Dur: Sejarah Akan Membuktikan
Ia menambahkan, PP ini memiliki signifikansi yang mendalam, karena merupakan bentuk affirmative action dalam pemberian layanan yang dibutuhkan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus.
Selain itu mengatur pencegahan dan penanganan terhadap 15 jenis anak yang memerlukan perlindungan khusus, termasuk yang kontekstual saat ini adalah memberikan perlindungan khusus bagi anak korban bencana nonalam, yang di dalamnya termasuk diakibatkan oleh wabah penyakit.
"Selain itu memperjelas kewenangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga negara lainnya untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan, serta memberikan ruang bagi masyarakat untuk dapat turut berpartisipasi dalam memberikan perlindungan khusus bagi anak," pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak. Aturan tersebut diterbitkan untuk memberikan rasa aman kepada anak berusia 18 tahun kebawah dan memberikan perlindungan khusus pada anak.
"Perlindungan khusus bagi anak bertujuan untuk memberikan jaminan rasa aman bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus, memberikan layanan yang dibutuhkan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus, dan mencegah terjadinya pelanggaran hak-hak anak," bunyi Pasal 2 PP tersebut dikutip tribunnews.com, Minggu (22/8/2021).
Terdapat 15 kategori anak yang wajib mendapat perlindungan khusus baik oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun lembaga negara lainnya. Diantaranya yakni anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, dan anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual.
Selain itu anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya, anak yang menjadi korban pornografi, anak dengan HIV dan AIDS. Lalu, anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan, dan anak korban Kekerasan Fisik dan/atau Psikis.
Selanjutnya, anak korban kejahatan seksual, anak korban jaringan terorisme, anak penyandang disabilitas, anak korban perlakuan salah dan penelantaran, anak dengan perilaku sosial menyimpang. Terakhir, anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi orang tuanya.
Kategori anak tersebut mendapatkan perlindungan khusus dalam bentuk penanganan cepat mulai dari pengobatan, rehabilitasi baik itu fisik, psikis maupun sosial, serta pencegahan penyakita dan gangguan kesehatan lainnya.
Tidak hanya itu para anak juga mendapatkan pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan, pemberian bantuan sosial bagi anak yang berasal dari keluarga tidak mampu, dan pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan.
"Perlindungan khusus kepada anak diberikan di unit pelaksana teknis kementerian/lembaga, organisasi perangkat daerah, dan/atau unit pelaksana teknis daerah yang telah dibentuk dengan mengacu kepada standar layanan yang telah ditetapkan," bunyi Pasal 3 ayat (3) PP tersebut.
Sementara itu untuk perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban pornografi dilaksanakan melalui upaya pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental.
"Pembinaan dan pendampingan dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama, dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial dan bidang kesehatan," bunyi Pasal 34.
Sementara itu, perlindungan khusus bagi anak korban jaringan terorisme dilakukan melalui upaya edukasi tentang pendidikan, ideologi, dan nilai nasionalisme, konseling tentang bahaya terorisme, rehabilitasi sosial, hingga pendampingan sosial. Rehabilitasi sosial kepada anak korban jaringan terorisme akan dilaksanakan oleh Menteri Sosial.
PP Nomor 78 tahun 2021 mulai berlaku sejak diundangkan. PP diteken Jokowi 10 Agustus 2021 dan diundangkan pada hari yang sama.