Kemendagri: Dari 158 Juta Pemilih yang ke TPS, Cuma 126 Juta Suara Sah Nasional di Pemilu 2019
Kemendagri mempertanyakan kepada pihak terkait termasuk KPU dan Bawaslu selaku penyelenggara pemilihan.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, Bahtiar menyebut berdasarkan catatan pelaksanaan Pemilu 2019 hanya ada 126 juta suara sah nasional dari total 158 juta pemilih yang menyalurkan hak pilihnya di TPS.
Berkenaan dengan catatan ini, Kemendagri mempertanyakan kepada pihak terkait termasuk KPU dan Bawaslu selaku penyelenggara pemilihan.
Apa alasan adanya 20 - 30 juta suara yang tidak masuk hitungan?
"Kemudian setelah datang ke TPS 158 juta, tapi hanya 126 juta suara sah nasional. Artinya lagi - lagi ada gap 20-30 jutaan antara yang datang ke TPS dengan suara sahnya," ungkap Bahtiar dalam diskusi daring 'Memotret Persiapan Pemilu 2024', Kamis (2/9/2021).
Baca juga: Kemendagri Soroti 34 Juta DPT Tak Salurkan Hak Pilihnya di Pemilu 2019
Kemendagri pun meminta penyelenggara pemilu menggali lebih dalam terkait permasalahan tersebut.
Ia berharap pemerintah, DPR dan penyelenggara pemilu untuk memakai data ini sebagai evaluasi perbaikan pelaksanaan pesta demokrasi di tahun 2024.
"Nah data ini sebenarnya jadi alat kita meneropong lebih jauh kenapa ada suara tidak sah, ada apa?," terangnya.
Bahtiar juga menyinggung soal 34 juta pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya di TPS.
Padahal mereka masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019.
Berdasarkan data, tingkat partisipasi Pemilu 2019 mencapai 81,93 persen atau sebesar 158 juta pemilih menyalurkan hak pilihnya di TPS.
Dalam pelaksanaan Pemilu 2019 tercatat 192,7 juta Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Sedangkan jumlah pengguna hak pilih di TPS hanya 158 juta.
Artinya kata dia, masih terdapat gap alias jarak kurang lebih 34 juta DPT yang tidak menyalurkan hak pilihnya di Pemilu 2019.
"Bayangkan walaupun tinggi tapi masih ada 34 juta lebih orang tidak menggunakan hak pilihnya, ada apa, tentu kita harus meneropong ke dalam mengapa 34 juta itu tidak menggunakan hak pilihnya," ungkap Bahtiar.
"Ada persoalan apa, apakah karena pendidikan politik, apakah hal teknis atau hal lain yang memang harus kita benahi dari sisi sistem," pungkasnya.