Kuasa Hukum Harap Mahkamah Konstitusi Kabulkan Permohonan Gugatan Pasal 40 Ayat 2b UU ITE
MK diharapkan mengabulkan uji materi pasal 40 ayat 2b Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Penulis: Gita Irawan
Editor: Theresia Felisiani
"Kami khawatir bahwa dengan mudahnya di penafsiran informasi melanggar hukum ini disalahgunakan ke depannya oleh oknum yang diberikan kewenangan," kata Rizki.
Kedua, kata dia, adalah terkait bagaimana proses atau teknis pemutusan yang bisa dilakukan.
Meskipun di peraturan turunannya ada peraturan teknisnya, kata dia, tapi pihaknya berpikir teknis pemutusan perlu dibingkai dalam sebuah keputusan Tata Usaha Negara (KTUN).
Menurutnya, kewenangan yang sangat besar harus diiringi mekanisme pengawasan, check and balances, due process of law yang tepat di antaranya melalui KTUN sebelum melakukan pemutusan.
"Karena proses teknisnya kami pikir masih belum sepenuhnya sempurna. Di pasal yang kami ujikan tidak ada teknis pemutusannya," kata dia.
Ketiga, lanjutnya, adalah terkait batasan jangkauan pemutusannya.
Menurutnya pasal yang diujikan tidak menjelaskan batasan jangkauan pemutusan akses begitu juga dengan peraturan turunannya.
Baca juga: KontraS Berikan Jawaban Atas Somasi Luhut Terkait Tuduhan Bermain Tambang di Papua
Berkaca dari kasus pemutusan internet di Papua dan Papua Barat, kata dia, pada persidangan 2019 Majelis Hakim dalam putusannya mengatakan pemutusan akses sebagai pembatasan HAM harus fokus pada kontennya saja.
Untuk itu ia menilai pasal yang diujikan belum terlalu ajeg membatasi pemutusan akses tersebut.
"Untuk itu kami di sini memandang bahwa perlu untuk adanya pembatasan," kata dia.
Terkait tiga masalah tersebut, kata dia, pihahnya mengambil kesimpulan perlunya ada satu mekanisme pengawasan dengan adanya mekanisme atau ditambah kewajiban sebelum pemerintah melaksanakan pemutusan.
"Dan kewajibannya itu harus berdasarkan due process of law sebagai pertanggung jawaban kepada publik, dan memberikan kesempatan kepada banyal pihak baik dari badan peradilan, publik, atau lembaga relevan lainnya untuk bsia mengawasi yaitu dengan cara diwajibkan untuk menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara tertulis dulu baru melaksanakan pemutusan," kata dia.
Proses persidangan uji materi tersebut, kata Rizki sudah berjalan.
Ia mengatakan pihaknya menghadirkan dua orang saksi terkait kerugian konstitusional di antaranya pemohon Arnoldus Belau sebagai Pemred Suara Papua yang sempat diputus aksesnya waktu itu.
Baca juga: Temui Wakil Presiden Maruf Amin, Mendagri Laporkan Konsep Rancangan PP Terkait Otsus Papua