Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

MAKI Gugat Terpilihnya Nyoman Adhi Sebagai Anggota BPK ke PTUN

Nyoman Adhi Suryadnyana jadi anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terpilih, MAKI bakal gugat ke PTUN.

Penulis: Reza Deni
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in MAKI Gugat Terpilihnya Nyoman Adhi Sebagai Anggota BPK ke PTUN
Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama
Boyamin Saiman 

Keduanya disoroti publik karena dianggap tidak memenuhi Pasal 13 Huruf J UU no 15 tahun 2006 tentang BPK.

Dalam pasal tersebut, untuk dapat dipilih sebagai anggota BPK, salah satu syaratnya calon anggota BPK harus paling singkat telah dua tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara.

Hal tersebut dikuatkan dengan Pendapat Hukum Mahkamah Agung (MA) Nomor 183/KMA/HK.06/08/2021, di mana calon Anggota BPK harus mengacu pada ketentuan Pasal 13 huruf j UU BPK yang dimaksud.

Nyoman Adhi Suryadnyana pada 3 Oktober 2017 sampai 20 Desember 2019 masih menjabat sebagai Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Manado (Kepala Satker Eselon III).

Sedangkan calon anggota BPK lain Harry Z. Soeratin pada Juli 2020 lalu dilantik oleh Menteri Keuangan sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK). 

Meski mendapatkan sorotan publik, pembelaan juga datang dari sejumlah pihak, satu di antaranya Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjajaran Prof Romli Atmasasmita.

Romli Atmasasmita menilai tak masalah keduanya ikut serta.

Berita Rekomendasi

"Pasal 13 UU BPK huruf J paling singkat dua tahun telah meninggalkan jabatan di lingkungan pengelolaan keuangan. Salah satu syarat dari 11 syarat. Tidak ada masalah jika 10 syarat lain sudah dipenuhi," kata Romli saat dihubungi, Rabu (8/9/2021).

Romli Atmasasmita
Romli Atmasasmita (UNPAD.AC.ID)

Ditambah, Romli mengatakan fatwa Mahkamah Agung juga telah terbit dan memiliki kekuatan hak pro justitia.

"Fatwa MA menguatkan Pasal 13 huruf alias MA tidak memberikan pendapat disclaimer sehingga calon-calon tersebut harus ditolak," kata Romli.

Menurutnya, yang terpenting sekarang adalah alasan DPR meminta fatwa.

"Alasan tersebut harus disampaikan bukan kepada MA, tetapi kepada publik sesuai dengan hak masyarakat meminta informasi publik sesuai UU No 14 tahun 2008 tentang Kebebasan Informasi Publik (KIP)," pungkasnya

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas