Kontras Beberkan Catatan Kritisnya Jelang Pergantian Panglima TNI
Pemantauan tersebut, kata Rivanlee, dilakukan selama kurang lebih tiga tahun yakni dari 2018 sampai September 2021.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Malvyandie Haryadi
Rivanlee mengatakan pihaknya melihat dalam hal tersebut TNI menggunakan prinsip kekuatannya saja tanpa melahirkan solusi ketika warga harus pindah dari tempat tinggalnya.
Ia menilai pendekatan keamanan dalam okupansi lahan tidak mampu menyelesaikan masalah agraria.
"Konsekuensinya dia melahirkan pelanggaran-pelanggaran Hak Asasi Manusia dari hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sampai dengan hak atas tempat tinggal bagi warga-warga yang menjadi korban dari okupansi yang dilakukan oleh TNI," kata Rivanlee saat konferensi pers secara daring pada Kamis (16/9/2021).
Ketiga, terkait disharmonisasi antara Polri dan TNI.
Menurut Rivanlee sepanjang kepemimpinan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto setidaknya ada 19 konflk antara TNI dan Polri yang berupa penganiayaan, penembakan, bentrokan, perusakan fasilitas, dan intimidasi.
Menurutnya konflik tersebut harus dilihat sebagai kerangkan pembangkangan terhadap peraturan TNI karena TNI tidak bisa semata-mata main hakim sendiri sekalipun yang melakukan kesalahannya itu anggota kepolisian.
Dia menilai ketika hal tersebut terus dibiarkan maka dikhawatirkan akan berimplikasi menjadi contoh yang buruk kepada publik dan akan melahirkan kelompok-kelompok vigilante yang kerap tumbuh karena sering diperlihatkan praktik-praktik kekerasan alat-alat negara.
"Ini juga menjadi catatan karena peristiwa ini bukan hanya terjadi pada masa Hadi Tjahjanto saja, tetapi sudah turun temurun, seolah ada knowledge gap antara perwira tinggi dengan prajuritnya di bawah dalam memberikan arahan atau memberikan sanksi atau ketegasan atas tugas-tugas dan fungsinya anggota TNI," kata Rivanlee.
Keempat, terkait kekerasan dan diskriminasi di Papua.
Peneliti KontraS Rozy Brilian mengatakan KontraS mencatat setidaknya terjadi 58 peristiwa kekerasan terhitung sejak Januari 2018 di Papua.
Peristiwa tersebut, kata dia, itu telah mengakibatkan 135 orang luka dan 69 lainnya tewas.
Ia menyoroti terkait kasus pembunuhan Pendeta Yeremia di Papua yang berdasarkan investigasi dilakukan oleh oknum TNI.
Permasalahan lain yang juga disorot yakni pembangunan Komando Resor Militer atau Korem di Waluwaga di Jayawijaya.
Ia mengatakan Korem tersebut dibangun di atas tanah adat dan tanpa persetujuan dengan masyarakat.