Kuasa Hukum Tegaskan Utang SEA Games Bukan Tanggungjawab Bambang Trihatmodjo
Tim Kuasa Hukum Bambang Trihatmodjo, Hardjuno Wiwoho menegaskan bahwa kliennya bukanlah pihak yang bertanggung jawab atas utang di SEA Games XIX 1997
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Theresia Felisiani
Setneg memberikan pinjaman kepada Konsorsium swasta mitra penyelenggara SEA Games XIX 1997, dengan jangka waktu 8 Oktober 1997 hingga 8 Oktober 1998 dengan konsensus Presiden dengan konsorsium.
Apabila hasil audit melebihi Rp 70 Miliar maka dana pinjaman tersebut akan dikonversi menjadi Bantuan Presiden (Banpres) SEA Games XIX karena event ini adalah kepentingan dan hajat Negara.
Namun yang terjadi, 20 Mei 1998 Presiden Soeharto mundur dari RI 1.
Perubahan situasi politik nasional ini sangat mempengaruhi mekanisme yang ada.
Sehingga ditahun 1998 dilakukan audit dengan hasilnya biaya SEA Games yang dikeluarkan konsorsium sebesar Rp 156 Miliar.
Biaya yang dikeluarkan konsorsium ini sudah dilaporkan kepada Menpora, Mensetneg dan KONI.
Namun laporan ini tidak direspon hingga pada rapat dengan komisi VII DRR RI tahun 1999.
Baca juga: Pesan Menkeu ke Kementerian dan Pemda: Jangan Abaikan Temuan BPK
Secara kedudukan hukum tegas Hardjuno, Konsorsium Mitra Penyelenggara (KMP) SEA Games bukanlah badan hukum.
"PT Pelaksana KMP lah yang secara hukum memiliki kedudukan hukum, dalam hal ini PTTata Insani Mukti," terangnya.
Terkait gugatan TUN aquo, sebagai pribadi Bambang Trihatmodjo keberatan jika dianggap bertanggung jawab atas hubungan hukum secara langsung antara konsorsium dengan negara.
Jika itu dianggap merupakan kewajiban maka hal tersebut adalah kewajiban PT. Tata Insani Mukti sebagai subyek hukum.
Bahkan kata Hardjuno, Bambang Trihatmodjo juga telah menuntut PT. Tata Insani Mukti.
Bahkan putusannya telah inkrach di PN Jakarta Selatan.
Karena uang pribadi Bambang Trihatmodjo banyak dipakai sehingga layak meminta pertanggungung jawaban atas penggunaan dana Rp 156 Miliar yang digunakan Konsorsium untuk pelaksanaan Sea Games XIX 1997.