Putusan MK Atas Uji Materil Pasal Blokir Internet Diwarnai Dissenting Opinion 2 Hakim Konstitusi
Permohonan tersebut diajukan oleh Pemohon I yakni Arnoldus Belau dan Pemohon II yakni Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
Penulis: Gita Irawan
Editor: Hasanudin Aco
Apabila norma dalam pasal yang diujikan dimaknai sebagaimana yang dimohonkan Pemohon, kata dia, dapat menutup ruang bagi "tindakan" pemerintah dalam penyelenggaraan negara.
Berdasarkan sejumlah pertimbangan termasuk pertimbangan tersebut, kata dia, dengan alasan untuk membangun dan menjaga etika dalam penyelenggaraan pemerintahan, mengejawantahkan prinsip checks and balances, dan mewujudkan kepastian hukum yang adil dalam sebuah negara hukum yang demokratis, Mahkamah harusnya menyatakan pasal 40 ayat (2b) UUU 19/2016 (tentang ITE) adalah konstitusional.
Hal tersebut, lanjut dia, sepanjang dimaknai: "Dalam melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk mekakukan pemrusan akses terhadao Informasi Elektronik dan/atau Dokimen Elektronik yang memiliki muatab yang melanggar hukum setelah mengeluarkan atau disertai penjelasan tertulis atau digital".
"Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, seharusnya permohonan Pemohon dinyatakan beralasan menurut hukum untuk sebagian," kata Saldi sebagaimana ditayangkan dalam kanal Youtube Mahkamah Konstitusi RI dalam sidang pengucapan putusan pada Rabu (27/10/2021).
Sebelumnya MK menolak seluruh permohonan uji materil pasal blokir internet dalam sidang pengucapan putusan di MK pada Rabu (27/10/2021).
Dalam konklusi, Ketua MK Hakim Konstitusi Anwar Usman mengatakan berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas Mahkamah berkesimpulan tiga hal.
Pertama, Mahkamah berwenang mengadili permohonan tersebut.
Kedua, para Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan tersebut.
Ketiga, Pokok Permohonan tidak beralasan menurut hukum.
"Amar Putusan. Mengadili. Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar sebagaimana ditayangkan di kanal Youtube Mahkamah Konstitusi RI pada Rabu (27/10/2021).
Amar putusan tersebut tertuang dalam Putusan Nomor 81/PUU-XVIII/2020.
Putusan tersebut merupakan putusan terhadap perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Permohonan tersebut diajukan oleh Pemohon I yakni Arnoldus Belau dan Pemohon II yakni Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
Dalam persidangan dibacakan oleh Hakim Konstitusi bahwa para pemohon mendalilkan dalam Pokok Permohonan bahwa pasal 40 ayat (2b) Undang-Undang 19/2016 tentang ITE bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28F UUD 1945.