Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Sedih Supriadi, Keluarganya Bagai Hidup Terpenjara Sejak Tetangga Tutup Akses Gang

Kejadian ini dirasakan keluarga Supriadi (49), warga Kelurahan Mandalika, Kecamatan Sandubaya, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Kisah Sedih Supriadi, Keluarganya Bagai Hidup Terpenjara Sejak Tetangga Tutup Akses Gang
dok. Supriadi
Akses jalan ke rumah Supriadi yang ditutup tembok oleh tetangganya di Lingkungan Gerung Butun Barat, Kelurahan Mandalika, Kecamatan Sandubaya, Kota Mataram. 

Namun, tanpa sepengetahuan dia, mertua Supriadi tiba-tiba menjual tanahnya kepada adik ipar mertuanya.

Waktu itu yang punya tanah mertua dan adik ipar saya. Belum dibagi. Luasnya 300 meter persegi.

Kemudian dijual ke ipar adik mertuanya yakni almarhum Mahir. Setelah pak Mahir meninggal, tanah itu dijual ke Pak Musbah.

Karena merasa dia punya tanah lalu ditembok habis yang dipakai buat dapur gang.

Karena dua akses jalan ke rumahnya ditutup tembok, Supriadi dan keluarganya tidak lagi memiliki akses keluar masuk.

Ia berharap pemerintah membantu dia menyelesaikan masalahnya.

Sebab mediasi dan dialog antar keluarga, tingkat lingkungan, hingga kelurahan tidak mempan.

Berita Rekomendasi

Pemilik tanah tetap merasa berhak atas tanahnya sehingga dia tetap membangun di jalan keluar satu-satunya.

Kini Supriadi terpaksa keluar masuk rumah melalui rumah warga untuk sementara.

“Jadi lewat dalam rumahnya yang dibangun. Tapi belum jadi. Masih diplester. Kalau sudah selesai, sudah tidak ada jalan lagi,” ujarnya.

Baca juga: Dipicu Sengketa Tanah, Pria di Bantaeng Meninggal Dunia Ditombak Sepupu

Supriadi juga meminta kepada pemilik lahan agar membantu menyelesaikan persoalan akses jalan secara baik-baik.

“Masa harus lewat dalam rumah Musbah kan,” katanya.

Saat ini, kasus lahan itu sudah dimediasi di kantor Kelurahan Mandalika, Kecamatan Sandubaya, Kota Mataram.

Jalan di sebelah barat sudah ditutup anak almarhum Mahir atas nama Sarisah.

“Jadi saya bingung, mau lewat mana sekarang. Kami harus keluar masuk cari nafkah," kata pria yang sehari-hari bekerja sebagai buruh kasar ini.

Di rumah itu Supardi hidup bersama anak istri dan keponakannya.

Mereka ikut menjadi korban karena tidak bisa bebas keluar masuk rumah untuk keperluan sehari-hari.

Penulis: Sirtupillaili

Sumber: Tribun Lombok

Sumber: Tribun Lombok
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas