Wacana Pilpres Diundur Tahun 2027, Politikus PDIP: Sesuai Konstitusi Pilpres 2024
pernyataan Pak Bahlil itu kan sebenarnya adalah bukti keberhasilan kepemimpinan Presiden Joko Widodo dalam mengelola ekonomi dengan baik
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus PDI Perjuangan Mufti Anam menilai pernyataan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia terkait Pilpres perlu diundur sampai 2027 sesuai keinginan dunia usaha merupakan bentuk kepercayaan para pelaku usaha kepada kepemimpinan Presiden Jokowi yang telah berjalan baik selama ini.
”Jadi begini, kalau saya membaca dari pernyataan Pak Bahlil itu kan sebenarnya adalah bukti keberhasilan kepemimpinan Presiden Joko Widodo dalam mengelola ekonomi dengan baik, menjaga Indonesia tidak terjebak resesi lebih dalam, tetap memberi perlindungan sosial kepada warga miskin dengan tetap mendorong investasi tumbuh dengan baik. Itu poinnya,” ujar Mufti Anam saat dihubungi, Selasa (11/1/2021).
”Bahkan sebelum pandemi pun, kita melihat ekonomi Indonesia tumbuh baik dengan dorongan antara lain dari pemerataan pembangunan infrastruktur ke seluruh daerah di Tanah Air. Upaya mendorong keadilan ekonomi juga terasa lewat tol laut, BBM satu harga, dan sebagainya,” tambah Mufti.
Hanya saja, sambung Mufti, pemilihan presiden tetap harus sesuai konstitusi, yaitu digelar periodik lima tahunan seiring dengan usainya masa jabatan presiden.
”Konstitusi kita telah mengatur soal masa jabatan presiden, yang kemudian dari sana harus ada pilpres secara periodik lima tahunan. Saya kira itu clear. Dan Pak Bahlil pasti paham itu. Jadi poinnya kan soal Presiden Jokowi sukses itu saja, maksud Pak Bahlil substansinya seperti itu saya kira,” ujarnya.
Baca juga: PAN Bela Bahlil soal Harapan Pelaku Usaha agar Pilpres 2024 Ditunda
Mufti lantas mengutip data realisasi investasi sepanjang Januari-September 2021 yang mencapai Rp 659,4 triliun, meski di tengah pandemi. Penanaman modal dalam negeri (PMDN) juga terus tumbuh.
”Ini menandakan ketahanan ekonomi dalam negeri, yang juga merefleksikan kepemimpinan efektif Presiden Jokowi,” ujar Mufti.
Seperti ramai diberitakan, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengomentari fenomena survei terkait perpanjangan masa jabatan presiden hingga 2027.
Bahlil kemudian mengungkapkan hasil diskusinya dengan para pengusaha terkait perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Saya sedikit terusik dengan data yang, bukan terusik ya, ada sedikit menggelitik dari datanya Pak Burhan terkait dengan Pilpres," kata Bahlil dalam paparan survei Indikator Politik, seperti dikutip Senin (10/1/2022) lalu.
Bahlil setuju dengan Burhanuddin Muhtadi bahwa wacana 3 periode harus dihentikan. Namun, soal perpanjangan masa jabatan presiden hingga 2027, Bahlil mengaku tertarik mengomentarinya.
"Tetapi yang menarik ternyata adalah perpanjangan 2027 kok saya lihat datanya Pak Burhan ini dari bulan ke bulan kok orang naiknya tinggi ya untuk orang setuju ya," katanya.
Baca juga: Menteri Bahlil Minta Pemilu Diundur 2027, Komisi II DPR Pastikan Pemilu Digelar 2024
Bahlil kemudian mengungkapkan pandangan para pengusaha. Dalam konteks peralihan kepemimpinan, para pengusaha diklaim Bahlil berharap penundaan.
"Saya sedikit mengomentari begini, kalau kita mengecek di dunia usaha, rata-rata mereka memang berpikir adalah bagaimana proses demokrasi ini dalam konteks peralihan kepemimpinan, kalau memang ada ruang untuk dipertimbangkan dilakukan proses untuk dimundurkan itu jauh lebih baik," katanya.
"Kenapa, karena mereka ini baru selesai babak belur dengan persoalan kesehatan. Ini dunia usaha baru mau naik, baru mau naik tiba-tiba mau ditimpa lagi dengan persoalan politik," ujar dia.
Dalam Survei Indikator, persentase yang sangat setuju masa jabatan Jokowi ditambah hingga 2027 mencapai 4,5%, setuju 31,0%, kurang setuju 32,9%, tidak setuju sama sekali 25,1%, dan tidak tahu/tidak jawab 6,6%.
Survei Indikator Politik Indonesia digelar pada 6-11 Desember 2021. Populasi survei tersebut adalah warga negara Indonesia berusia 17 tahun ke atas, atau mereka yang memiliki hak pilih.
Total sampel 2020 responden, dengan sampel basis sebanyak 1.220 orang yang tersebar proporsional di 34 provinsi, serta dilakukan penambahan sebanyak 800 responden di Jawa Timur. Margin of error survei tersebut +- 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95%.(Willy Widianto)