Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kuasa Hukum Emirsyah Satar Tuding Audit BPKP soal Pengadaan Pesawat Garuda Tidak Jelas

Emirsyah Satar menuding audit investigatif Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) soal pengadaan pesawat Garuda Indonesia tak jelas.

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Kuasa Hukum Emirsyah Satar Tuding Audit BPKP soal Pengadaan Pesawat Garuda Tidak Jelas
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar usai menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/12/2019). Jaksa Penuntut Umum KPK mendakwa yang bersangkutan menerima suap dari mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedarjo terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Namun demikian, Supardi masih enggan untuk merinci detil pemeriksaan terhadap Emirsyah Satar. Hal yang pasti, penyidik masih akan terus melakukan pendalaman.

"Kita masih dalami. Kita akan cari semuanya mana yang mampu kita dapat nanti," pungkas Supardi.

Modus Dugaan Kasus Korupsi Penyewaan Pesawat Garuda Indonesia

Kejaksaan Agung RI membeberkan modus dugaan kasus tindak pidana korupsi pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Ternyata, kasus korupsi tersebut berkaitan dengan penggelembungan (mark up) dana.

Adapun Kejagung RI telah menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan dengan Nomor: Print-25/F.2/Fd.1/11/2021 tanggal 15 November 2021. Proses pengadaan di perusahaan pelat merah itu merugikan keuangan negara.

Kapuspenkum Kejagung RI Leonard Eben Ezer mengatakan kerugian negara dalam pengadaan pesawat Garuda tersebut berlangsung sejak 2013 hingga saat ini.

"Mengakibatkan kerugian keuangan negara dengan waktu perjanjian tahun 2013 sampai dengan saat ini dan manipulasi data dalam laporan penggunaan bahan bakar pesawat," kata Leonard dalam keterangannya, Selasa (11/1/2022).

Berita Rekomendasi

Dijelaskan Leonard, dugaan kasus korupsi itu berawal dari Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) tahun 2009 hingga 2014 yang merencanakan pengadaan armada pesawat sebanyak 64 unit.

Ia menuturkan proses itu semula dilakukan oleh Garuda Indonesia memakai skema pembelian (financial lease) dan penyewaan (operation lease buy back) melalui pihak lessor.

"Sumber dana yang digunakan dalam rencana penambahan jumlah armada tersebut menggunakan Lessor Agreement. Dimana pihak ketiga akan menyediakan dana dan PT. Garuda Indonesia kemudian akan membayar kepada pihak lessor dengan cara pembayaran secara bertahap dengan memperhitungkan waktu pengiriman terhadap inflasi," jelas dia.

Ia menuturkan Garuda Indonesia juga membentuk tim pengadaan yang melibatkan personel dari beberapa Direktorat dalam bisnis pengadaan pesawat tersebut. Tim tersebut seharusnya melakukan pengkajian terkait pengadaan yang dilakukan.

Menurut Leonard, naskah yang disusun nantinya akan mengacu pada bisnis plan yang telah dibahas. Anggaran tersebut harus seirama dengan perencanaan armada.

"Dengan alasan feasibility/riset/kajian/tren pasar/habit penumpang yang dapat dipertanggungjawabkan," jelas dia.

Leonard menjelaskan bahwa RJPP juga telah merealisasikan beberapa jenis pesawat dalam pengadaan, yakni 50 unit pesawat ATR 72-600. Adapun lima diantaranya merupakan pesawat yang dibeli.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas