Pakar: Testing dan Tracing Indonesia Belum Memenuhi Standar WHO, Kasus Covid-19 Bisa Lebih Banyak
Namun, penerapan PPKM level satu atau dua disebut Dicky cukup berisiko. Karena vaksinasi Indonesia belum di atas 80 persen untuk dosis lengkap.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Epidemiologi Griffith University, Dicky Budiman Indonesia menyebutkan pemberlakuan Penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan lockdown memang tidak diperlukan.
"Karena kita sudah memiliki modal setidaknya mendekati setengah yang terproteksi cukup memadai," ungkapnya pada Tribunnews, Kamis (20/1/2022).
Namun, penerapan PPKM level satu atau dua disebut Dicky cukup berisiko. Karena vaksinasi Indonesia belum di atas 80 persen untuk dosis lengkap.
Sedangkan untuk varian Omicron, dibutuhkan sekitar lebih 90 persen untuk cakupan vaksin Covid-19 dosis lengkap.
Baca juga: Menlu Retno: 1 Miliar Vaksin Covid-19 Telah Didistribusikan Covax ke Seluruh Dunia
"Jadi pengetatan tetap diperlukan namun kita harus konsisten dengan bahwa PPKM merujuk pada indikator. Dari indikator epidemiologi," tegasnya.
Di sisi lain, situasi ini belum terlihat jelas dari data. Namun kapasitas testing dan tracing di Indonesia disebut Dicky masih jauh dari memadai. Untuk standar ade kuat, pada testing sendiri adalah empat orang dites per seribu populasi perminggu.
"Itu yang sudah dilakukan oleh Singapura pada level nasional. Indonesia belum pernah. Ini yang artinya daerah harus introspeksi bahwa indikator epidemiologi tidak memadai untuk mengetahui data," kata Dicky menambahkan.
Baca juga: Ashanty Mengaku Kaget Saat Dinyatakan Positif Covid-19, Hanya Rasakan Tenggorokan Sakit
Dicky juga menyebutkan tracing saat ini belum sesuai anjuran Badan Organisasi Dunia yaitu WHO yaitu 30 orang dari satu kasus. Hal ini menempatkan Indonesia pada posisi rawan.
Apa lagi penyebaran Omicron yang sangat cepat, bahkan empat kali dari varian sebelumnya. Selain itu lebih banyak mereka yang terinfeksi tidak bergejala. Sehingga ada potensi kasus infeksi di masyarakat 8-10 lebih banyak dari pada yang dilaporkan.