Fakta Baru Kasus Kerangkeng Manusia Terbit Rencana, Ada 26 Bentuk Penyiksaan Untuk Penghuninya
Sejumlah fakta baru terungkap terkait keberadaan kerangkeng manusia di rumah bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Peranginangin.
Penulis: Adi Suhendi
Praktik kekerasan pun menimpa para penghuninya.
Anam mengungkapkan ada sekitar 18 alat yang digunakan sebagai instrumen penyiksaan untuk penghuninya, temasuk cabai.
"Misalnya (penghuni kerangkeng) disuruh mengunyah cabai, terus disuruh menyembur ke temannya sendiri," kata Anam.
Selain itu, ditemukan juga palu dan tang sebagai alat penyiksaan.
Palu, kata Anam digunakan untuk memukul kaki penghuni.
Sedangkan tang, kata dia, digunakan untuk mencopot kuku penghuni kerangkeng.
Baca juga: Komnas HAM: Kerangkeng di Langkat Jadi Tempat Rehabilitasi Narkoba Tanpa Metode dan Pengobatan
Selain itu, kata dia, pihaknya juga mendapat informasi bahwa ada kerangkeng anjing yang juga digunakan sebagai alat penyiksaan atau memberikan sanksi kepada penghuni kerangkeng.
Selain itu, pengelola kerangkeng juga memanfaatkan hubungan senioritas antar penghuni kerangkeng sebagai alat penyiksaan.
"Jadi memang kondisi penyiksaan, kekerasan, dan merendahkan martabat memang terjadi," kata Anam.
Analis Pelanggaran HAM Yasdad Al Farisi menjelaskan alat-alat yang juga digunakan sebagai alat penyiksaan di antaranya selang, ulat gatal, daun jelatang, besi panas, lilin, jeruk nipis, garam, plastik yang dilelehkan, rokok, korek, batako, alat setrum, kerangkeng, dan juga kolam.
Ia mengatakan terdapat beberapa istilah kekerasan dalam lingkungan kerangkeng yang dikenal oleh para penghuni yaitu mos, gantung monyet, sikap tobat, dua setengah kancing, dan juga dicuci.
Ia mengungkapkan ditemukan adanya pola kekerasan terjadi di beberapa konteks yakni terkait penjemputan paksa calon penghuni kerangkeng, periode awal masuk kerangkeng, adanya pelanggaran terkait aturan pengurus kerangkeng, melawan pengurus kerangkeng ataupun TRP, dan juga perilaku plonco senioritas di dalam penghuni kereng.
Tindakan kekerasan dengan intensitas tinggi, kata dia, seringkali terjadi pada saat periode awal masuk kerangkeng yakni di bawah satu bulan pertama.
"Terdapat minimal setidaknya 26 bentuk penyiksaan, kekerasan, dan perlakuan yang merendahkan martabat terhadap penghuni kereng," kata dia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.