Bahayakan Kesehatan dan Percepat Rusaknya Jalan, Ini Dampak Distribusi AMDK Tak Sesuai Standar
Faktanya, 85 persen proses pengangkutan galon guna ulang belum memenuhi standar keamanan. Ini menyebabkan banyak kerugian.
Penulis: Nurfina Fitri Melina
Editor: Bardjan
TRIBUNNEWS.COM - Proses distribusi dan penyimpanan dari Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) sebelum sampai ke tangan konsumen memegang peranan yang sangat penting.
Dibutuhkan pemenuhan aspek perlindungan pada konsumen agar produk AMDK yang dikirim ke konsumen dari pabrikan benar-benar memenuhi standar.
Pemerintah telah menetapkan berbagai regulasi terkait hal ini, seperti Kemenperin yang telah mengatur dengan cukup ketat melalui Keputusan Menteri Perindustrian No. 96/M-IND/Per/12/2011 tentang Persyaratan Teknis AMDK, mulai dari proses pembuatan, kemasan, wajib SNI, dan juga pemasarannya.
Berbahaya bagi kesehatan
Survei post-market control Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada distribusi AMDK galon guna ulang yang dipasarkan di wilayah Jabodetabek menemukan 85 persen proses pengangkutan belum memenuhi standar keamanan karena diangkut dengan kendaraan atap terbuka seperti truk galon atau mobil bak terbuka serta motor roda dua/roda tiga/ becak terbuka.
“Dengan proses pengangkutan yang seperti itu, maka produk AMDK dipastikan tidak memenuhi standar dan berpotensi terpapar sinar matahari menjadi sangat besar,” kata Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi.
Pola pengangkutan dan penyimpanan yang tidak benar ini menurut Tulus dapat merusak kualitas produk AMDK karena berpotensi meningkatkan kadar migrasi zat tertentu ke dalam air AMDK seperti zat Bisfenol-A (BPA) sehingga air AMDK tersebut tidak layak minum dan berpotensi bahaya bagi kesehatan.
YLKI menekankan, pre market control saja tidak cukup dan perlu dibarengi dengan pengawasan post market control baik oleh regulator, industri, asosiasi industri, serta masyarakat.
Berdasarkan survei tersebut YLKI juga merekomendasikan imbauan agar pihak produsen harus memenuhi standar yang sesuai dalam proses pendistribusian produk AMDK agar tidak terkena sinar matahari langsung demi menjaga kualitas pangan dan kemasannya.
Tak hanya itu saja, pada akhir Januari 2022 silam, Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Rita Endang, mengungkap bahwa pihaknya menemukan "sejumlah kecenderungan mengkhawatirkan" terkait level migrasi BPA pada galon guna ulang berbahan polikarbonat yang beredar luas di masyarakat.
Temuan itu, menurut Rita, bersumber dari hasil uji sampel post-market BPOM selama periode 2021-2022. Melihat potensi bahaya BPA bagi kesehatan, BPOM pun mencanangkan pelabelan BPA pada galon berbahan polikarbonat. Rancangan ini telah memasuki fase pengesahan di Sekretariat Kabinet.
Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, juga mendesak Presiden Joko Widodo turun tangan menyelamatkan anak-anak Indonesia dari BPA.
"Kami sudah bersurat melalui Sekretariat Negara, meminta kesempatan untuk menjelaskan hal ini langsung ke Presiden," kata Arist dalam diskusi publik "FMCG Talk" dengan tema "Risiko BPA bagi Kesehatan Publik dan Pengaturannya pada Industri Air Minum Dalam Kemasan", pada Senin (28/3/2022) lalu.
"Intinya negara tidak boleh kalah oleh industri, karena itu, rancangan peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang pelabelan risiko BPA perlu segera disahkan,” katanya