Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jenderal Andika Perkasa Hapus Syarat Terkait Keturunan PKI dalam Rekrutmen TNI, Ini Kata Pengamat

Menurutnya hal tersebut penting dilakukan guna menghindari adanya dugaan "lip service" atau keputusan yang bersifat ad-hoc semata.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Jenderal Andika Perkasa Hapus Syarat Terkait Keturunan PKI dalam Rekrutmen TNI, Ini Kata Pengamat
Capture Youtube Jenderal TNI Andika Perkasa
Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa saat rapat soal penerimaan prajurit TNI tahun anggaran 2022. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa menghapus syarat terkait anggota keturunan pelaku sejarah peristiwa 1965-1966 dari Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam rekrutmen prajurit TNI tahun anggaran 2022.

Pengamat militer sekaligus Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabbas menilai langkah tersebut patut mendapat apresiasi.

Namun, lanjut dia, ada baiknya pernyataan tersebut diikuti dengan pembuatan kebijakan yang konkret sebagai bentuk pelembagaan atas sikap antidiskriminasi di lingkungan TNI.

Menurutnya hal tersebut penting dilakukan guna menghindari adanya dugaan "lip service" atau keputusan yang bersifat ad-hoc semata.

"Sikap Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa menghapus ketentuan pelarangan keturunan PKI menjadi prajurit TNI patut mendapat apresiasi," kata Anton pada Jumat (1/4/2022).

Baca juga: Sikap Panglima TNI Tolak Diskriminasi Keturunan PKI Sesuai TAP MPRS dan Putusan Mahkamah Konstitusi

Anton berpendapat ada beberapa alasan yang menjadikan ketentuan tersebut memiliki kesan kuat adanya diskriminasi.

BERITA TERKAIT

Pertama, kata dia, keturunan harus menanggung beban atas tindakan yang dilakukan pendahulunya adalah sebuah tafsiran berlebihan atas TAP MPRS XXV/1966.

Ketetapan MPRS tersebut, kata dia, secara tegas melarang organisasi PKI dan aktivitas penyebaran ajaran komunisme.

"Tidak ada satupun kalimat yang menyatakan pengikut PKI dilarang beraktivitas ataupun bergabung pada institusi pemerintahan," kata Anton.

Kedua, lanjut dia, pelarangan keturunan bergabung ke TNI hanya berlaku untuk PKI saja.

Sementara, kata Anton, faktanya pemberontakan yang dilakukan selain PKI di Indonesia ada banyak di antaranya DI/TII, PRRI/Permesta, dan sebagainya.

Ketiga, lanjut dia, pelarangan keturunan juga berpotensi melanggar HAM dan UUD 1945.

Hal tersebut, kata Anton, karena menjadikan tidak semua warga negara sama kedudukannya di muka hukum dan memiliki kesempatan sama untuk mendapatkan pekerjaan layak.

Menurutnya tidak ada manusia yang bisa memilih untuk dilahirkan oleh keluarga siapa.

"Karena itu, langkah membebankan keturunan atas tindakan pendahulunya tidak memiliki dasar hukum kuat," kata Anton.

Terkait adanya kekhawatiran infiltrasi ideologi komunisme yang mungkin dibawa oleh keturunan, kata dia, adalah sah-sah saja.

Walaupun sebenarnya, lanjut Anton, TNI tidak bisa membatasi hanya pada ideologi tertentu yang dapat menjadi ancaman bagi profesionalisme militer.

Dalam konteks ini, kata dia, sudah tentu TNI memiliki mekanisme dan standar baku tersendiri dalam melakukan seleksi penerimaan prajurit yang memiliki kadar kecintaan besar terhadap bangsa dan negara.

Sebenarnya, menurut Anton jika kita melihat lebih jauh, ideologi komunis sudah gagal berkembang, baik pada level nasional maupun internasional.

Sementara ancaman lain seperti radikalisme agama yang berdasar pada pemahaman konservatisme agama, lanjut dia, mengalami peningkatan signifikan belakangan ini.

Dalam konteks ini, menurutnya penting kiranya Andika membuat kebijakan adanya evaluasi berkala terhadap mekanisme seleksi termasuk Tes Wawasan Kebangsaan yang dimiliki TNI.

Hal tersebut, menurut Anton penting dilakukan untuk terus mengkontekstualkan ancaman kontemporer yang dihadapi TNI secara organisasi.

"Kepekaan atas perkembangan ancaman kekinian akan berkontribusi dalam pembangunan profesionalisme TNI," kata Anton.

Diberitakan sebelumnya, penghapusan syarat tersebut terungkap dalam Rapat Koordinasi Penerimaan Prajurit TNI (Akademi, PA PK, Bintara, dan Tamtama) Tahun Anggaran 2022 yang ditayangkan di kanal Youtube Jenderal TNI Andika Perkasa pada Rabu (30/3/2022).

Dalam tayangan tersebut awalnya Andika menerima paparan terkait tes mental ideologi dalam rekrutmen prajurit TNI.

Andika kemudian menyoroti salah satu poin dalam tes mental ideologi terkait keturunan pelaku peristiwa 1965-1966 dari PKI.

"Itu berarti gagal? Bentuknya apa itu? Dasar hukumnya apa?" tanya Andika.

Diketahui kemudian bahwa dasar hukum dari adanya ketentuan yang melarang keturunan pelaku peristiwa 1965-1966 dari PKI tersebut adalah TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 Tentang Pembubaran PKI.

Namun Andika tampak kurang puas setelah mendengar penjelasan lebih lanjut tentang kaitannya antara TAP MPRS XXV Tahun 1966 Tentang Pembubaran PKI dengan poin tes mental ideologi yang melarang keturunan pelaku peristiwa 1965-1966 dari PKI tersebut untuk masuk TNI.

Ketidakpuasan itu di antaranya tampak karena penjelasan mengenai isi TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 Tentang Pembubaran PKI tersebut tidak sesuai dengan sebagaimana seharusnya.

Dengan tegas dan nada meninggi, Andika kemudian menegaskan bahwa dalam TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tersebut tidak melarang keturunan PKI untuk masuk TNI.

Andika mengatakan TAP tersebut menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang dan ajaran Komunisme, Leninisme, dan Marxisme sebagai ajaran terlarang.

"Keturunan ini melanggar TAP MPR apa? Dasar hukum apa yang dilanggar sama dia?" tanya Andika.

Andika pun kembali menegaskan kepada jajarannya untuk patuh pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Setiap larangan yang dibuat TNI, kata Andika, harus dipastikan memiliki dasar hukum.

"Jadi jangan kita mengada-ada. Saya orang yang patuh peraturan perundangan. Ingat ini. Kalau kita melarang, pastikan kita punya dasar hukum. Zaman saya tidak ada lagi, keturunan dari apa..tidak. Karena apa? Saya menggunakan dasar hukum," kata Andika.

Di akhir tayangan, Andika memerintahkan jajarannya untuk memperbaiki ketentuan-ketentuan dalam rekrutmen TNI TA 2022 sebagaimana yang telah disampaikannya.

Ia pun meminta agar segera dibuat Peraturan Panglima TNI (Perpang) terkait ketentuan rekrutmen yang telah diperbaiki tersebut.

"Jadi yang sudah saya suruh perbaiki, perbaiki. Tidak usah ada paparan lagi karena sangat sedikit. Tapi setelah diperbaiki itu yang berlaku, oke? Ya. Jadi yang PR membuat Perpang segala macam segera dibuat," kata Andika.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas