Komnas Perempuan Kritik RUU TPKS Tidak Memasukkan Pemerkosaan dan Aborsi
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani menilai hal ini dapat merugikan korban pemerkosaan.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Erik S
Pada masa itu, revisi KUHP juga sudah menjadi wacana, tetapi pembahasannya berlarut-larut.
Karena tidak diatur tersendiri, maka RUU TPKS tidak mengurai persoalan definisi yang disampaikan di atas melainkan menggantungkan pada perubahan di RKUHP.
Pasal jembatan pada RUU TPKS juga memuat tindak persetubuhan, tetapi hanya bagi anak.
Dengan demikian, perempuan dewasa, yaitu yang berusia di atas 18 tahun, yang mengalami perkosaan dalam kondisi tidak berdaya atau dengan kerentanan berlapis sebagaimana penyandang disabilitas tidak dapat menikmati jaminan perlindungan hukum yang tersedia di dalam RUU TPKS ini.
Baca juga: Dana Bantuan Korban Diatur Dalam RUU TPKS, Salah Satu Sumbernya Berasal dari Anggaran Negara
Padahal, menurut Andy, kondisi tidak berdaya dan kerentanan berlapis itu semestinya menjadi pemberatan hukuman, sebagaimana diatur di dalam RUU TPKS.
"Dengan pertimbangan di atas dan mengacu naskah yang dihasilkan oleh Panja pada 6 April 2022, Komnas Perempuan mengusulkan agar muatan pada Pasal 6c menjadi pasal tersendiri sebagai jembatan untuk mengatasi risiko waktu tunggu penetapan RKUHP," kata Andy.
Langkah ini, kata Andy, dapat memastikan RUU TPKS semakin memuat terobosan hukum yang menjadi tonggak penting upaya penghapusan kekerasan seksual.
Perbaikan ini tidak perlu menunggu revisi RKUHP, melainkan menjadi materi yang nanti diharmonisasi dalam proses perumusan revisi KUHP.
"Pasal jembatan ini dapat mengantisipasi kerugian korban perkosaan dan pemaksaan hubungan seksual lainnya di masa tunggu penetapan revisi KUHP," pungkas Andy.