Konflik dengan Terawan Dinilai jadi Bagian Konspirasi IDI, Pakar Epidemiologi UNAIR Beri Penjelasan
Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga (UNAIR) Dr. Windhu Purnomo menanggapi soal penilaian masyarakat terhadap organisasi profesi IDI
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga (UNAIR), Dr. Windhu Purnomo, menanggapi soal penilaian masyarakat terhadap organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Pasalnya, konflik antara IDI dengan mantan Menteri Kesehatan RI, Terawan Agus Putranto, tak kunjung mereda.
Bahkan, konflik ini dinilai masyarakat merupakan bagian dari konspirasi IDI yang ingin mematikan karier Terawan.
Menurut Windhu, hal tersebut hanya persepsi masyarakat saja.
Yang paling penting, kata Windhu, adalah bagaimana Terawan diberikan kesempatan untuk menyempurnakan temuannya terkait terapi cuci otak atau Digital Subtraction Angiography (DSA) ini.
Baca juga: Gubernur Maluku Utara, Abdul Ghani Kasuba Sabtu Tinggalkan RSPAD Usai Ditangani Dokter Terawan
Baca juga: Muhammad Thoriq Kasuba: Kami Sangat Percaya Dengan Sosok Dokter Terawan
Ini karena metode Terawan yang digunakan untuk melakukan DSA belum sempurna lantaran belum mencapai standar profesi tertinggi.
"Ya itu kan persepsi masyarakat ya, dan saya kira tidak betul (jika) persoalannya (IDI dan Terawan dikaitkan dengan konflik) rebutan lahan praktik, itu tidak."
"Meski demikian, mungkin bisa saja secara personal (ada yang) merasakan hal itu, itu saya tidak tahu."
"Tetapi, yang penting bahwa seorang dokter itu di dalam menjalankan praktik kedokterannya harus menggunakan standar profesi tertinggi, dimana hal itu tidak dilakukan oleh Terawan."
"Standar profesi tertinggi itu menyangkut juga yang di dalamnya meyangkut standar medik, standar diagnosis, dan standar terapi."
Baca juga: Dokter Terawan Tinggi Ilmu, Tinggi Pengabdian dan Tinggi Iman Kata Christiana Chelsia Chan
"Itu artinya ada sebuah metode yang dinyatakan standar, kapan itu dijadikan standar, ya itu dengan berbasis bukti ilmiah," jelas Windhu, dikutip dari tayangan Kompas TV dalam diskusi dengan Rosi, Sabtu (9/4/2022).
Sebenarnya, lanjut Widhu, apa yang dilakukan Terawan belum sempurna dan masih perlu adanya uji klinik lagi.
Menurut Windhu, Terawan hanya perlu melakukan studi lanjutan, yakni studi komparatif atau studi pembandingnya saja, terkait dengan temuan terapi cuci otak atau DSA tersebut.
"Belum, ini hampir (hampir selesai temuan Terawan ini)," jelas Windhu.