Mobil Mewah Bakal Dilarang Pakai Pertalite, Konsumen Protes Hingga DPR Sindir Orang Kaya
salah satu pengguna mobil yang berkapasitas 2.000 cc tidak setuju rencana pemerintah melarang mobil mewah beli bahan bakar minyak (BBM) RON 90 atau Pe
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) sedang menyiapkan aturan perihal pembelian Pertalite.
Aturan baru itu akan menentukan penggunaan Pertalite sebagai bahan bakar minyak (BBM) untuk kendaraan.
Nantinya kendaraan yang masuk dalam kategori mewah dilarang membeli bensin jenis Pertalite yang memiliki Research Octane Number (RON) 90.
Pemerintah saat ini sedang melakukan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Mendengar hal itu, Andi, salah satu pengguna mobil yang berkapasitas 2.000 cc tidak setuju rencana pemerintah melarang mobil mewah beli bahan bakar minyak (BBM) RON 90 atau Pertalite.
"Pemerintah ini senangnya susahin rakyatnya."
"Harga Pertamax dinaikkan, sekarang mau dilarang beli Pertalite," ujar Andi, Kamis (2/6/2022).
Andi mengaku, sebelumnya menggunakan Pertamax 92 saat harganya masih Rp 9.000 per liter.
Tetapi setelah naik menjadi Rp 12.500 per liter, ia beralih ke Pertalite yang harganya Rp 7.650 per liter.
"Selisihnya terpaut jauh, belum lagi kami bayar pajak yang naik juga, kebutuhan pokok harganya pun naik. Jadi beli BBM yang terjangkau," paparnya.
Andi pun meminta pemerintah seharusnya mencari solusi lain menyikapi naiknya harga minyak dunia, jangan hanya mengambil jalan pintas dengan menaikkan harga BBM di tengah melonjaknya harga kebutuhan pokok dan lainnya.
"Kalau bahan pokok murah, pajak murah, dan biaya lainnya murah. Tidak masalah harga Pertamax naik, kami bisa tetap pakai Pertamax, kalau sekarang kan semua anggaran rumah tangga jadi membengkak semua," paparnya.
Diketahui, pemerintah berencana melarang mobil mewah mengkonsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis RON 90 atau Pertalite.
Hal tersebut akan tertuang di dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM) beserta petunjuk teknis pembelian BBM jenis Pertalite.
Kriteria mobil mewah tersebut sampai saat ini belum ditentukan secara pasti, apakah dilihat dari besarnya cc kendaraan, tahun pembuatan, atau lainnya.
Namun, sebagian pihak mengusulkan mobil mewah itu yang berkapasitas 2.000 cc ke atas atau tahun pembuatannya kurang dari 5 tahun.
DPR: Harusnya Kaum Mampu Malu Beli BBM Subsidi
Komisi VII DPR mendukung langkah pemerintah yang berencana melarang kendaraan mewah membeli bahan bakar minyak (BBM) RON 90 atau Pertalite.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno mengatakan, rencana tersebut seharusnya dilakukan sejak lama karena Pertalite tidak layak digunakan oleh masyarakat mampu.
"Jadi memang harus ada sosialisasi, dalam hal ini untuk membuat kaum mampu itu malu menggunakan Pertalite," ujar Eddy saat dihubungi, Kamis (2/6/2022).
Menurutnya, larangan mobil mewah dilarang beli Pertalite merupakan salah satu kampanye yang efektif, agar kendaraannya tidak mengkonsumsi BBM bersubsidi.
"Yang berhak gunakan Pertalire itu adalah mereka yang tidak mampu," ucap politikus PAN itu.
Pembelian Pertalite dan Solar Bakal Pakai MyPertamina
Pemerintah menargetkan, penyaluran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yakni Solar dan Pertalite, bisa tepat sasaran. Terkait hal tersebut, Badan Pengatur Hilir dan Gas Bumi (BPH Migas) bersama PT Pertamina tengah menggodok petunjuk teknisnya.
Melansir Kompas.com, Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman mengatakan, rencananya dalam penyaluran Solar dan Pertalite akan memanfaatkan layanan digital MyPertamina. Dengan demikian, pembelian akan terdata dan bisa dibatasi.
"Nanti (pembelian) dengan sistem digitalisasi MyPertamina akan efektif, jadi tidak bisa mengisi berulang," ujarnya, Rabu (1/6/2022).
Para pelanggan nantinya akan diminta untuk mengisi data diri di aplikasi MyPertamina. Kemudian data yang sudah masuk tersebut akan diverifikasi oleh pihak BPH Migas untuk memastikan bahwa pembeli Solar dan Pertalite memang merupakan pelanggan yang berhak.
"Jadi kan mesti register dulu di Mypertamina, lalu di verifikasi oleh BPH Migas, yang tentu bekerja sama dengan instansi terkait," jelas Saleh.
Meski demikian, dalam penerapan penggunaan aplikasi MyPertamina ini memang akan dihadapkan konsidi masih banyaknya masyarakat yang bukan pengguna smartphone.
Oleh sebab itu, perihal teknis di lapangan masih terus dikaji dan sebelum diberlakukan akan lebih dahulu disosialisasikan.
"Maka perlu sosialisasi dulu, baru diterapkan," katanya.
Senada, Pjs. Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, SH C&T Pertamina Irto Ginting mengatakan, terkait penerapannya akan dilakukan sosialisasi terlebih dahulu agar memastikan masyarakat memiliki akses terhadap layanan MyPertamina.
Menurut dia, rencana penggunaan MyPertamina dalam pembelian Solar dan Pertalite hingga saat ini masih terus dipersiapkan. Ia bilang, saat ini juga sedang fokus pada penentuan kriteria penerima BBM bersubsidi.
"Jadi masih dalam proses, karena yang utama saat ini adalah penentuan kriteria penerima subsidi," ungkap Irto.
Negara Nombok
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah menombok hingga Rp 520 triliun agar harga Pertalite, elpiji, dan listrik tak naik saat harga komoditas tersebut sudah melonjak di dunia.
Dana sekitar Rp 520 triliun itu dianggarkan untuk menambah anggaran subsidi dan kompensasi energi. Semula, pemerintah hanya menganggarkan Rp 152,5 triliun sepanjang 2022.
"Oleh karena itu, untuk tahun ini kami meminta persetujuan kepada DPR untuk menambah anggaran subsidi dan kompensasi yang nilainya diperkirakan untuk subsidi dan kompensasi Rp 520 triliun," kata Sri Mulyani dikutip dari tayangan Youtube Rapat Paripurna DPR RI, Rabu (1/6/2022).
Wanita yang karib disapa Ani ini menuturkan, tingginya harga komoditas global dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal, seperti ketegangan antara Rusia-Ukraina yang memicu sanksi Barat, pulihnya permintaan domestik, dan faktor musiman Hari Raya Idul Fitri.
Dinamika tersebut mengerek inflasi pada level yang tinggi di beberapa negara, kemudian dampaknya merembet hingga ke Indonesia.
Di AS dan Eropa, laju inflasi sudah mencetak rekor tertinggi dalam 4 dekade terakhir. Inflasi di AS sudah mencapai 8,4 persen, Inggris 9 persen, dan Eropa di atas 7 persen.
Inflasi di berbagai negara emerging juga meningkat sangat tinggi, di kisaran 7-8 persen bahkan double digit. Inflasi di Argentina dan Turki yang mengalami krisis bahkan mencapai 58 persen dan 70 persen pada April 2022.
"Dinamika ekonomi global saat ini diwarnai oleh tingginya tekanan inflasi akibat melonjaknya harga komoditas, terutama setelah terjadinya perang di Ukraina," ucap Ani.
Ani mengakui, peningkatan harga komoditas global dan tekanan inflasi domestik juga mulai terlihat. Pada April 2022, inflasi Indonesia mencapai 3,5 persen, relatif lebih tinggi dari inflasi sebelumnya.
Inflasi domestik berpotensi lebih tinggi apabila kenaikan harga komoditas global sepenuhnya di-pass-through kepada harga-harga domestik. Namun bila tidak diteruskan ke harga domestik, pemerintah perlu menyiapkan dana ekstra untuk menambal kenaikan harga.
Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM, harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) menjadi 102,51 dollar AS per barrel pada April 2022. Angkanya sudah lebih tinggi dari asumsi APBN sebesar 63 dollar AS per barrel.
"Pada potensi transmisi tingginya harga komoditas global tersebut dapat kita redam, tentu dengan konsekuensi biaya subsidi dan kompensasi yang melonjak sangat tinggi," ujar dia.
APBN kata Ani, menjadi shock absorber untuk mempertahankan harga jual BBM, LPG, dan listrik di dalam negeri agar tak sepenuhnya naik akibat kenaikan harga-harga di dunia.
Oleh karena itu, berbagai kebijakan untuk melindungi masyarakat, seperti melalui skema subsidi dan bantuan sosial terus dilaksanakan sebagai bagian dari strategi pemulihan ekonomi dan menjaga daya beli melalui pengendalian inflasi.
Kebijakan pengendalian inflasi lainnya juga ditempuh bersama dengan Bank Indonesia melalui koordinasi yang kuat dalam forum Tim Pengendalian Inflasi Nasional (TPIN), baik di tingkat pusat maupun daerah.
Kemudian, pemerintah terus memonitor perkembangan pasar minyak mentah global sehingga proyeksi asumsi ICP dapat dikalkulasi secara kredibel.
"Berbagai proyeksi lembaga internasional menunjukkan bahwa harga minyak mentah global tahun 2023 masih cukup tinggi, meskipun sedikit melandai dibandingkan tahun 2022," tutup Sri Mulyani.(*)