Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Partai Ummat Usul Pemilu Gunakan Sistem E-Voting, Anggota DPR: Infrastruktur Digital Belum Merata

Rifqinizamy Karsayuda menyatakan, Indonesia saat ini belum siap untuk mengadakan proses pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Partai Ummat Usul Pemilu Gunakan Sistem E-Voting, Anggota DPR: Infrastruktur Digital Belum Merata
Runi/Man (dpr.go.id)
Anggota Komisi V DPR RI Rifqinizamy Karsayuda. 

Usulan ini dikemukakan oleh Ketua Majelis Syuro Partai Ummat Amien Rais pada Kamis (2/6/2022) kemarin.

Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi yang sekaligus memimpin tim kajian e-Voting mengatakan, dari Rp110 triliun anggaran Pemilu 2024, sebanyak Rp 76,6 triliun rupiah dialokasikan untuk KPU. 

Sebesar 54,9 % atau 42,08 triliun rupiah di antaranya akan digunakan untuk membayar honor badan ad hoc. 

Di mana pada Pemilu 2019, pihaknya mencatat badan ad hoc terdiri dari 7.201 PPK, 83.404 PPS, 809.500 KPPS, 130 Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN), dan 783 Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN). 

Setiap PPK dan PPS beranggotakan tiga orang, setiap KPPS beranggotakan tujuh orang, dan masing-masing PPLN dan KPPSLN beranggotakan tiga hingga tujuh orang.

Baca juga: Usulan Amien Rais Soal Sistem e-Voting Disebut Sebagai Isu Lama dan Tak Sesuai Kebutuhan Pemilu 2024

"Jika kita simulasikan, maka paling sedikit ada 5.941.054 orang dan paling banyak ada 5.944.706 orang yang masuk di badan ad hoc KPU. Tak heran jika setengah lebih anggaran KPU dipergunakan untuk honor badan tersebut. Jumlah ini belum termasuk jumlah pegawai KPU yang lebih dari 14 ribu orang," kata Ridho dikutip Jumat (3/6/2022).

Terkait hal tersebut, Ridho menyatakan bahwa timnya menemukan ada 21,97 % anggaran KPU 2024 atau sebesar 16,84 triliun rupiah akan digunakan untuk kebutuhan surat suara, formulir, tinta, sampul, kelengkapan TPS, dan lain-lainnya. 

Berita Rekomendasi

Pemilu 2019 membutuhkan 4 juta lebih kotak suara, 75 juta lebih keping segel, 51 juta lebih lembar sampul, 990 juta lebih lembar surat suara, 1,6 juta lebih alat bantu tunanetra, 2,1 juta lebih bilik suara, 1,6 juta lebih botol tinta, 62,2 juta lebih keping hologram, 561 juta lebih lembar formulir, dan 3,9 juta lebih lembar daftar pasangan calon dan daftar calon tetap.

Selanjutnya, kata Ridho, 1,02 % atau sebesar Rp781,89 miliar untuk pemutakhiran data pemilih, 1,68 % atau sebesar Rp1,29 triliun untuk pencalonan, dan 1,6 % atau sebesar Rp1,23 triliun untuk sosialisasi. 

Terakhir, 18,83 % atau sebesar Rp14,43 triliun akan digunakan untuk kebutuhan pendukung seperti pembangunan atau renovasi kantor, gedung arsip, pengadaan kendaraan, gaji pegawai KPU, belanja operasional kantor, dukungan IT, dan seleksi komisioner.

"Alokasi anggaran untuk Bawaslu adalah 33 triliun rupiah. Secara umum, dapat kita perkirakan, penggunaan anggaran oleh Bawaslu akan lebih banyak untuk kegiatan pengawasan, yang berarti tidak jauh dari kebutuhan sumber daya manusia, kegiatan, dan infrastruktur pendukung," kata Ridho.

Ridho melanjutkan paling tidak ada sekitar 834.080 pegawai Bawaslu, termasuk yang tetap dan yang ad hoc. 

Pada pemilu 2019, dari total anggaran Bawaslu yang berjumlah Rp8 triliun,964
miliar lebih di antaranya digunakan untuk belanja pegawai, seperti gaji. 

Kemudian Rp7,6 triliun lebih digunakan untuk belanja barang, seperti biaya perjalanan, dan 141 miliar lebih untuk belanja modal seperti renovasi bangunan.

Baca juga: KPU: Penetapan Parpol Peserta Pemilu Diumumkan Desember

Sebagai perbandingan kata Ridho, anggaran penyelenggaraan Pemilu 2004, 2009, 2014 dan 2019 berturut-turut adalah, 4,4 triliun, 8,5 triliun, 15,6 triliun, dan 25,6 triliun. 

Dengan demikian, kata Ridho, anggaran Pemilu 2024 adalah 19 kali lipat lebih besar daripada biaya Pemilu 2004, dan tiga kali lipat daripada Pemilu 2019.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas