Program Perhutanan Sosial Bukti Negara Hadir Lindungi dan Fasilitasi Petani
Swary Utami mengatakan Perhutanan Sosial merupakan program penting di era pemerintahan Jokowi sejak 2015.
Penulis: Johnson Simanjuntak
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Praktik Perhutanan Sosial sebenarnya sudah lama dilakukan oleh petani dan masyarakat yang tinggal di kawasan hutan atau sekitar hutan.
Bahkan banyak yang sudah dilakukan turun temurun bergenerasi.
Namun pengakuan dan perlindungan negara lebih dirasakan dalam era sekarang ini dengan dikeluarkannya berbagai aturan terkait, serta kebijakan yang menjadikan program Perhutanan Sosial sebagai program penting pemerintah.
“Negara hadir dan berperan melindungi, sekaligus memfasilitasi petani gurem sesuai kebutuhan dan perkembangan masing-masing. Maju terus Perhutanan Sosial,” ujar Independent Advisor Program PSKL (Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan), Swary Utami Dewi, Sabtu (23/7/2022).
Swary Utami mengatakan Perhutanan Sosial merupakan program penting di era pemerintahan Jokowi sejak 2015.
Baca juga: Regulasi KHDPK Perkuat Program Perhutanan Sosial dan Upaya Selamatkan Hutan Jawa
Program ini begitu esensial karena menyangkut kehidupan jutaan orang miskin yang tinggal di kawasan hutan.
Data menunjukkan sekitar sepertiga orang miskin Indonesia tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan.
Pendekatan andil garapan dalam perhutanan sosial merupakan sesuatu yang efektif dan kreatif dalam menguatkan posisi para petani gurem, yang memang faktual menggarap kawasan hutan.
Menurut Swary Utami, selama ini muncul pertanyaan bagaimana cara jitu untuk melindungi petani gurem yang nyatanya memang betul-betul penggarap, dan tujuan kelolanya memang sangat mendasar yaitu mengelola lahan untuk bertahan hidup.
Model "kesaksian" diantara petani yang memiliki andil garapan juga menjadikan proses ini memiliki unsur partisipatori yang cukup kuat.
Suara tingkat tapak jelas menjadi kunci di sini. Sistem cross check kesaksian bersama-sama petani tetangga garapannya sekaligus merupakan sistem uji kesaksian yang bisa menguatkan para petani sesungguhnya.
“Tentu saja ada batas luasan maksimal per andil yang bisa dikelola setiap petani tersebut karena ini untuk tujuan pemerataan dan keadilan, utamanya di wilayah yang petaninya banyak sementara lahan sangat terbatas,” tandas Swary Utami.
Dijelaskan Swary, andil garapan ini sifatnya memang individu. Namun pada saat semua yang punya andil sudah terpetakan, tingkatnya naik menjadi kelola kawasan dan kelembagaan oleh kelompok yang sudah menjadi pemegang persetujuan Perhutanan Sosial.
Penguatan kelompok yang menaungi para petani inilah yang kemudian jadi hal penting lainnya (kelola kelembagaan).
Cakupannya bisa jadi lintas sektoral, lintas wilayah. Juga ada pembagian peran untuk mendorong penguatan di antara para pihak pendukung. Lalu proses seterusnya dan seterusnya.
“Tentu saja model ini mesti terbuka untuk dievaluasi atau dikembangkan secara adaptif sesuai dengan kekhasan dan keunikan lokasi masing-masing,” ujar Swary Utami.
Menurutnya ini salah satu "kebaharuan" dan inovasi khas Perhutanan Sosial, yang diyakini bisa cukup jitu, terutama untuk lokasi atau tempat yang rawan free rider, penduduknya banyak, namun lahan terbatas.
Di sini juga nampak jelas negara hadir dan berperan melindungi, sekaligus memfasilitasi petani gurem sesuai kebutuhan dan perkembangan masing-masing.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) terbaru tentang Perhutanan Sosial telah dikeluarkan pada 2021, yakni Permen LHK 9 tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial. Permen ini sendiri merupakan aturan pelaksanaan dari ketentuan pasal 247 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.
Kebijakan Penetapan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus atau KHDPK untuk kepentingan Perhutanan Sosial di Jawa inilah yang sedang dipersiapkan.