Soal Keppres Pelanggaran HAM Berat, Mahfud MD: Kita Buka Jalur Non-yudisial Sebagai Pengganti KKR
Mahfud MD menjawab terkait Keppres Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menjawab terkait Keppres Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu yang disebut telah ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Mahfud MD menjelaskan Keppres tersebut adalah perintah peraturan perundang-undangan yang telah dibuat MPR.
Menurut perintah Undang-Undang, kata Mahfud, penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu dilakukan dua jalur.
Jalur pertama, kata dia, yudisial atau lewat pengadilan HAM.
Jalur kedua, lanjut dia, adalah jalur non yudisial atau lewat Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
Namun demikian, lanjut dia, dalam perkembangannya Mahkamah Konstitusi kemudian membatlkan Undang-Undang KKR tersebut.
Baca juga: Komnas HAM: Jalannya Sidang HAM Berat Paniai Tergantung Kualitas Kesaksian dan Kehadiran Saksi
Meski demikian, kata dia, jalur penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu lewat yudisial masih berjalan.
Ia mencontohkan pengadilan HAM kasus Timor-Timur di mana disebutkannya sebanyak 34 orang dibebaskan Mahkamah Agung karena Komnas HAM tidak bisa melengkapi bukti-bukti yang bisa meyakinkan hakim.
Sampai sekarang, kata Mahfud, masih ada 13 masalah pelanggaran HAM yang harus diselesaikan secara yudisial.
Bulan ini, lanjut dia, ini akan mulai masuk kasus pelanggaran HAM berat Paniai.
Sementara itu, kata Mahfud, berdasarkan Undang-Undang seluruh pelanggaran HAM yang terjadi sebelum tahun 2000 diputuskan oleh DPR.
Baca juga: Komnas HAM Belum Terima Keppres Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu
Pemerintah, kata dia, saat ini tengah berupaya memproses pelanggaran HAM berat di atas tahun 2000.
Di sisi lain, kata dia, masih terjadi problem teknis yuridis di mana Kejaksaan Agung selalu meminta Komnas HAM memperbaiki berkas penyelidikan dan Komnas HAM juga selalu merasa sudah cukup.