BP2MI dan Migrant Care Soroti Kinerja Kemnaker terkait Permasalahan PMI di Inggris
Mucharom Ashadi menyebut banyak negara tujuan penempatan tidak lagi memiliki MoU dengan pemerintah Indonesia sehingga memicu masalah dengan PMI
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) disinggung soal perbaikan atau memperbaharui perjanjian kerjasama dengan negara tujuan penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) terkait dengan persoalan di Inggris.
Kedua lembaga yang turut menyinggung hal itu adalah Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan Migrant Care.
Kedua lembaga ini kompak menyebut dugaan penempatan ilegal dan overcharging (pemerasan biaya penempatan) yang terjadi di Inggris disebabkan oleh fungsi Kemnaker yang tidak optimal dalam pembaharuan perjanjian kerjasama.
Direktur Penempatan Non Pemerintah Kawasan Eropa dan Timur Tengah BP2MI Mucharom Ashadi menyebut banyak negara tujuan penempatan yang sudah tidak lagi memiliki MoU dengan pemerintah Indonesia.
Baca juga: Begini Cara Bos BP2MI Maknai HUT Kemerdekaan RI untuk Pekerja Migran Indonesia
Salah satunya dengan pemerintah Inggris atau United Kingdom yang akhirnya menyebabkan permasalahan PMI tersebut terjadi.
“Tugas ini bukan tugas BP2MI. Sudah sering kami suarakan kepada ‘Saudara Tua’ Kemnaker untuk segera memperbaiki kerjasama penempatan dengan negara tujuan. Beberapa negara penempatan (seperti Inggris) tampaknya (MoU Perjanjian Kerjasamanya) sudah habis,” kata Mucharom dalam diskusi virtual, Minggu (21/8/2022).
Senada, Kepala Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah juga meminta pemerintah atau Kemnaker juga harus menyelesaikan perjanjian kerjasama dengan pemerintah Inggris.
Pasalnya, menurut mandat UU Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI), antara Indonesia dengan negara penempatan PMI memang harus memiliki kerjasama.
Jika tidak ada kerjasama, maka hal tersebut pasti akan mendatangkan masalah bagi penempatan PMI.
“Negara harus bertindak progresif dengan membuat MOU dengan negara negara tersebut (Eropa). Jangan sampai misi penempatannya besar di Eropa, tetapi sebenarnya kita tidak punya perjanjian penempatan dengan negara tersebut. Itu juga tidak benar. Harus sejalan antara pencarian job order di negara maju dengan perjanjian kerjasama Indonesia dengan negara tersebut,” ucap Anis Hidayah.
Anis juga menyatakan permasalahan jerat utang atau debt bondage PMI yang terjadi di Inggris terjadi karena fungsi pengawasan yang tidak berjalan.
Sebab, jika fungsi tersebut berjalan maka seharusnya permasalahan tersebut tidak akan terjadi.
“Ada overcharging yang membuat sebagian PMI terjerat utang. Ini tidak dibenarkan. PMI Di-charge (Overcharging) atau tidak, itu kan di bawah pengawasannya Kemenaker. Tinggal ditanya Kemnaker, mengawasi atau enggak,” ujarnya.