Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Capres Perempuan Masih Minim Meski Punya Potensi, Ini Penyebabnya

Lembaga Survei KedaiKOPI menemukan bahwa penerimaan publik terhadap presiden perempuan mengalami peningkatan.

Penulis: Naufal Lanten
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Capres Perempuan Masih Minim Meski Punya Potensi, Ini Penyebabnya
tangkap layar
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Kedai Kopi Kunto Adi Wibowo. Capres Perempuan Masih Minim Meski Punya Potensi, Ini Penyebabnya 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI Kunto Adi Wibowo berbicara soal masih minimnya calon presiden dari kalangan perempuan, meski cukup berpotensi.

Lembaga Survei KedaiKOPI menemukan bahwa penerimaan publik terhadap presiden perempuan mengalami peningkatan.

Tercatat pada November 2021 penerimaan publik pada presiden perempuan berada di angka 34,2 persen. Namun jumlah itu naik drastis menjadi 55,5 persen pada Agustus 2022 ini.

Meski mengalami peningkatan, belum banyak tokoh perempuan yang memimpin negeri. Jumlahnya masih kalah banyak dibandingkan kalangan laki-laki.

Kunto mengatakan ada sejumlah faktor penentu yang menyebabkan belum banyaknya figur wanita menjadi pemimpin, di antaranya belum banyaknya saluran pendukung bagi kaum hawa.

“Partai politik sebagai institusi politik yang bertanggung jawab kaderisasi kepemimpinan bangsa ini enggak mendorong. Ini yang jadi masalah,” kata Kunto Adi Wibowo dalam diskusi virtual Polemik MNC Trijaya bertajuk ‘Elektabilitas Capres dalam Bingkai Survei, Sabtu (3/9/2022).

Ia menambahkan, peran media mainstream pun masih terbawa agenda partai politik atau parpol. Media, kata dia, hanya membahas figur yang namanya mencuat dari parpol tersebut.

Berita Rekomendasi

“Karena itu yang ramai. Nama-namanya laki-laki semua, ya akhirnya itu,” ujarnya.

Kemudian faktor selanjutnya adalah kultur patriarki yang masih dominan di Indonesia. Kunto mengatakan sistem sosial yang menempatkan pria sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan ini masih menjamur di dalam negeri.

“PR nya banyak menurut saya. tapi sebagai langkah awal ini saya sangat gembira karena ini sebuah angin yng menyegarkan, ternyata orang indonesia enggak kayak zaman orde baru dulu,” katanya.

Pemimpin Harus Laki-laki

Mayoritas junlah penduduk muslim di Indonesia yang memegang ajaran bahwa laki-laki harus menjadi pemimpin pun menjadi tantangan bagi kaum hawa.

Meski cenderung mereda, isu ini masih menjadi tanjakan terjal bagi perempuan berpotensi untuk memimpin Indonesia. 

Baca juga: Survei KedaiKOPI Sebut Elektabilitas Capres Perempuan Meningkat, Puan Maharani Tertinggi

“Isu yang harus dihadapi capees perempuan pertama kali ketika dia dicalonkan pertama kali isu agama,” katanya.

Meskipun diakuinya, tren pemimpin dari kalangan wanita pun mulai merebak, khususnya di tingkat kabupaten/kota hingga provinsi. Masyarakat, lanjut Kunto, sudah menerima dengan baik figur pemimpin wanita.

“Problemnya apa perbedaan secara mendasar pemimpin di level daerah dan level masional, itu yang harus kita buka. Kita harus kemudian meyakinkan masyarakat, ya sebenarnya tidak beda jauh,” ucap Kunto.

“Hanya politik luar negeri saja yng beda akhirnya. Tapi kan itu tidak mengurangi kompetensi perempuan. Ini PR bagi calon-calon presiden dan tokoh perempuan,” ujarnya menambahkan.

Peluang Perempuan Jadi Presiden

Lebih lanjut Kunto berbicara perihal peluang perempuan menjadi presiden. Meski hasil survei menunjukkan peningkatan terhadap capres perempuan, hal itu belum bisa dijadikan rujukan.

Pasalnya, Pemilu bakal berlangsung pada 2024. Selain itu, dinamika politik dan masyarakat pun masih berpotensi akan mengubah pilihannya.

Temuan dalam survei ini adalah 53,8 persen pemilih mengatakan bahwa pilihan presiden mereka akan berubah.

Kunto merinci, dari mereka yang pilihannya akan berubah, 43,2 persen mengatakan akan mengubah pilihannya setelah penetapan capres dan cawapres.

Kemudian sebanyak 22,4 persen akan mengubah setelah kampanye dimulai, 19,4 persen di hari pemilu dilaksanakan, dan 11,9 persen pada saat masa tenang kampanye.

“Kita harus dengan hati-hati bicara soal peluang. Karena masih 1,5 tahun lagi. Politik sangat dinamis. Kita lihat tadi dari hasil survei, 53 persen lebih itu bilang pilihannya masih bisa berubah,” katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas