KPU Sebut Politik Uang dalam Tahapan Pemilu Susah Dibuktikan
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia (RI) mengatakan politik uang dalam proses tahapan pemilu susah untuk dibuktikan.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia (RI) mengatakan politik uang dalam proses tahapan pemilu susah untuk dibuktikan.
Politik uang ini perihal dana, yang dibahasakan oleh Ketua KPU Hasyim Asy'ari sebagai uang amplop dan uang untuk keperluan-keperluan partisipan partai selama kampanye berlangsung.
Hasyim mencontohkan suatu kasus yang pernah terjadi di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah ketika lebih dari 60 persen nama pemilih dilaporkan ke KPU.
"Calon itu mendaftarkan 60 persen pemilih ke KPU, didaftarkan sebagai tim kampanye, sehingga aspek formilnya masuk dikasih amplop beli bensin, mau ditangkap bawaslu, 'eh ini tim kampanye saya mas, ini ada daftarnya,'" jelas Hasyim dalam Rakornas Sentra Gakkumdu yang ditayangkan daring, Selasa (20/9/2022).
Hal seperti tersebut di atas disebut Hasyim tidak melanggar secara substantif.
Lebih lanjut, Hasyim mengatakan rumusan terkait politik uang dalam kampanye memang susah untuk dibuktikan.
Baca juga: Hakim Agung: Praktik Politik Uang di Pemilu Jadi Masalah Faktual
Hal inilah yang dirasa Hasyim, dari sisi para penegak hukum baik Bawaslu, kepolisian, hingga kejaksaan harus dapat mengkonstruksikan fakta pelanggaran tersebut secara hati-hati.
"Pertanyaannya, secara substantif melanggar enggak? Ternyata aspek formilnya kan dia anggota tim kampanye. Ini yang saya maksud teman-teman penegak hukum mulai dari Bawaslu terutama kepolisian, kejaksaan mau mengkonstruksikan fakta ini harus hati-hati," ujarnya.
"Kemudian tentang politik uang, rumusannya jelas tapi paling susah pembuktiannya, saya kira temen- di Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan juga merasakan situasi yang sama, bunyi-bunyiannya banyak tapi kemudian cari buktinya yang susah," tambah Hasyim.