Apresiasi OTT Hakim Agung, Maki Desak KPK Dalami Kasus hingga Pihak Lain yang Diduga Terlibat
Koordinator MAKI Boyamin Saiman memberikan apresiasi dan pujian kepada KPK yang telah melakukan OTT hakim agung Sudrajad Dimyati.
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator MAKI Boyamin Saiman memberikan apresiasi dan pujian kepada KPK yang telah melakukan OTT hakim agung Sudrajad Dimyati.
Menurutnya penetapan tersangka ini adalah langkah berprestasi yang ditorehkan KPK, mampu mencetak rekor dikarenakan sebelumnya KPK diduga telah sering menyasar Mahkamah Agung namun baru bisa menangkap pejabat level bawah.
"KPK pernah menyasar dugaan korupsi di MA tahun 2005 kasus Probosutedjo, Harini Wiyoso dan hanya mampu menangkap beberapa pegawai rendah di MA," kata Boyamin dalam keterangan kepada wartawan, Jumat (23/9/2022).
Menurutnya, atas keberhasilan OTT hakim agung ini, KPK semestinya mampu mengembangkan kepada pihak lain yang diduga terlibat.
"Terdapat informasi dimasa lalu beberapa oknum mengaku family/keluarga pejabat tinggi MA yang menawarkan membantu kemenangan sebuah perkara yang tentunya dengan minta imbalan yang fantantis. Proses markus ini dilakukan dengan canggih termasuk dugaan kamuflase transaksi pinjaman atau utang piutang," kata Boyamin.
Lebih lanjut dirinya mengatakan, KPK semestinya juga mengembangkan OTT ini dengan cara mendalalami dugaan KKN saat rekruitmen Hakim Agung sebagaimana dulu pernah terdapat cerita isu pertemuan di toilet antara calon Hakim Agung dan terduga anggota DPR.
"Meskipun isu toilet ini dinyatakan tidak terbukti di Komisi Yudisial, namun tidak menutup kemungkinan KPK mampu menemukan alat bukti dengan segala kewenangannya seperti penyadapan dan penelusuran rekening bank," katanya.
Baca juga: Hakim Agung Sudrajad Dimyanti Sempat Temui Ketua MA Sebelum ke KPK
MAKI menilai prestasi KPK ini tidak terlepas dari prestasi Kejaksaan Agung dalam mengungkap perkara korupsi.
"KPK pasti merasa perlu berprestasi karena akan malu jika dianggap tidak bekerja. MAKI selalu mendorong penegak hukum untuk berlomba-lomba dalam kebaikan termasuk berprestasi dalam memberantas korupsi. Bravo untuk, bersihkan Mahkamah Agung untuk mewujudkan keadilan yang ujungnya kesejahteraan rakyat NKRI," ujarnya.
Sudrajad Dimyati ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Pantauan Tribunnews.com di lokasi, Sudrajad Dimyati yang menggunakan batik berwarna biru perpaduan coklat datang ke Gedung KPK sekira pukul 10.20 WIB dengan didampingi sejumlah orang berpakaian batik.
Dari pantauan, dia terlihat langsung naik menuju lantai dua Gedung Merah Putih KPK dengan didampingi salah seorang petugas.
Dalam hal ini, Sudrajad sudah ditahan oleh KPK selama 20 hari kedepan yang terhitung mulai 23 September-12 Oktober 2022.
Diketahui, KPK menetapkan 10 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Ke-10 orang itu dibagi menjadi dua kategori pertama enam tersangka penerima suap dan empat tersangka pemberi suap
Penerima suap adalah Hakim Agung Sudrajad Dimyati (SD), Hakim Yudisial atau panitera pengganti Elly Tri Pangestu (ETP), dua aparatur sipil negara (ASN) pada Kepeniteraan MA, Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH), serta dua ASN di MA, Redi (RD) dan Albasri (AB).
Selanjutnya, pemberi suap adalah pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES), Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka (HT), Debitur Koperasi Simpan Pinjam Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Dari 10 tersangka tersebut, Sudrajad, Redi, Ivan, dan Heryanto hingga kini belum dilakukan ditahan.
Baca juga: Profil Yosep Parera: Perintis Rumah Pancasila, Kini Jadi Tersangka Suap Hakim Agung yang di OTT KPK
Para penerima suap dijerat Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan penerima suap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.