Lima Rekomendasi Kontras kepada Sejumlah Lembaga Negara Terkait Mutilasi 4 Warga di Mimika
Rivanlee Anandar mengatakan yang pertama agar Polres Mimika dan Polda Papua mengusut kasus tersebut secara transparan, akuntabel dan independen.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyampaikan lima rekomendasi kepada sejumlah lembaga negara berdasarkan hasil investigasi terhadap kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga di Mimika Papua.
Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar mengatakan yang pertama agar Polres Mimika dan Polda Papua mengusut kasus tersebut secara transparan, akuntabel, imparsial dan independen.
Atas tindakan mereka, kata dia, seluruh pelaku harus dikenakan delik pembunuhan berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 340 KUHP.
Aparat penegak hukum, lanjut dia, juga harus mendalami seluruh bukti yang ada guna menemukan motif sesungguhnya dari tindakan yang dilakukan para pelaku.
Baca juga: 8 Temuan KontraS Soal Kasus Mutilasi 4 Warga di Papua, Satu Korban Masih Anak-anak
Selain itu, kata dia, stigmatisasi dalam proses ini juga harus dihentikan agar proses yang dijalankan tidak bias dan dapat berlangsung secara independen guna mencari kebenaran materiil.
"Penyidik harus melibatkan keluarga korban dalam setiap rangkaian penegakan hukum," kata dia saat konferensi pers di kantor KontraS Jakarta Pusat pada Jumat (23/9/2022).
Kedua, KontraS mendesak Panglima TNI menyelenggarakan penegakan hukum secara berkeadilan agar para pelaku dihukum dengan menjamin seluruh kebenaran peristiwa tanpa intimidasi dari pihak manapun.
Para pelaku yang berasal dari institusi militer, kata dia, harus segera dipecat.
Selain itu, lanjut dia, sesuai dengan keinginan keluarga korban seluruh pelaku baik sipil maupun militer harus diadili lewat peradilan umum yang terbuka dan bukan peradilan koneksitas.
"Begitupun untuk lokasi peradilan, seluruhnya harus diadakan di Timika untuk menjamin akses keluarga korban melihat jalannya persidangan," kata dia.
Ketiga, KontraS mendesak LPSK RI untuk memberikan reparasi dan pemulihan bagi kepentingan keluarga korban sesuai mekanisme yang ditentukan UU Perlindungan Saksi dan Korban.
LPSK, kata dia, juga harus hadir untuk memberi perlindungan fisik terhadap saksi-saksi yang terlibat dalam peristiwa ini agar kesaksiannya dapat utuh tanpa adanya intimidasi.
Keempat, kata dia, Panglima TNI beserta jajarannya harus segera melakukan mekanisme korektif secara menyeluruh termasuk meninjau kembali mekanisme penurunan/pergantian pasukan, praktik bisnis yang mungkin saja dilakukan, termasuk juga pengawasan yang ketat di tubuh militer.
Kelima, kata dia, Pemerintah RI dan DPR RI harus bekerja sama dalam menghentikan segala bentuk pendekatan militeristik di Papua.
Selama ini, menurut KontraS, pendekatan yang dipilih terbukti tidak berhasil dalam menyelesaikan konflik yang terus berkepanjangan.
Alih-alih menciptakan kedamaian, kata dia, pendekatan yang digunakan justru terus menimbulkan korban jiwa dan harta benda.
"Pemerintah harus segera menarik mundur aparat dari Papua dan memperjelas situasi keamanan agar konflik dapat terselesaikan," kata Rivanlee.