KPU RI Sebut Masa Kampanye Hanya 75 Hari Upaya Persempit Ruang Polarisasi di Pemilu 2024
Polarisasi masyarakat disebut akan terjadi pada Pemilu 2024 mendatang karena persaingan ketat antar calon presiden (capres).
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polarisasi masyarakat disebut akan terjadi pada Pemilu 2024 mendatang karena persaingan ketat antar calon presiden (capres).
Oleh sebab itulah kenapa Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia (RI) menetapkan masa kampanye hanya 75 hari.
Anggota KPU RI Idham Holik berharap dengan masa kampanye yang singkat, andaipun polarisasi tetap terjadi, maka hal tersebut tidak akan berlangsung lama.
Lebih lanjut, dengan singkatnya masa kampanye, diharapkan juga pendukung pasangan calon (paslon) dapat lebih rasional mengkampanyekan kandidat mereka masing-masing.
“Dengan masa kampanye yang singkat, kami berharap polarisasi itu tidak berlangsung lama. Andaipun ketika itu terjadi,” ujar Idham kepada media, Kamis (29/9/2022).
“Kami berharap di waktu yang singkat ini, mereka yang selaku pendukung paslon dapat lebih rasional mengkampanyekan kandidat mereka masing-masing. Lebih ke kampanye program,” tambahnya.
Idham juga menjelaskan, berdasar ahli ilmu politik, Indonesia saat ini masih dalam lanskap pasca kebenaran atau post truth, sehingga pasti kondisi kampanye memicu terjadinya polarisasi.
“Di berbagai negara yang mengalami politik pasca kebenaran pasti kondisi kampanyenya memicu terjadinya polarisasi di tengah pemilih, sebagaimana yang kita ketahui saat pelaksanaan kampanye pemilu serentak 2019 yang lalu, berdasarkan riset ditemukan polarisasi yang tajam,” jelas Idham.
Sebelumnya, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja menilai, polarisasi atau pembelahan masyarakat kemungkinan akan kembali terjadi saat gelaran Pemilu 2024. Pemicunya diyakini karena ada persaingan ketat antarcalon presiden.
Baca juga: KPU: Kampanye di Kampus Boleh Asal Diundang Pihak Penanggung Jawab
Menurut dia, meningkatnya eskalasi politik antarcalon presiden bakal dipicu oleh konten-konten di media sosial. Bagja menegaskan, Bawaslu memberi perhatian serius pada media sosial.
Pihaknya berupaya mencegah penyebaran konten hoaks, fitnah, maupun kampanye hitam terkait salah satu calon di media sosial.
Selain itu, diupayakan pula pencegahan agar Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak melakukan pelanggaran netralitas di jagat maya.