Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

PROFIL Nugroho Setiawan, Anggota TGIPF Tragedi Kanjuruhan yang Miliki Lisensi FIFA Security Officer

Berikut profil mantan pengurus PSSI, Nugroho Setiawan, yang menjadi anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) tragedi Kanjuruhan.

Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Pravitri Retno W
zoom-in PROFIL Nugroho Setiawan, Anggota TGIPF Tragedi Kanjuruhan yang Miliki Lisensi FIFA Security Officer
www.pssi.org
Mantan Pengurus PSSI, Nugroho Setiawan yang menjadi anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) tragedi Kanjuruhan. Nugroho juga menjadi satu-satunya orang di Indonesia yang memiliki lisensi FIFA Security Officer. Kini Nugroho diangkat oleh FIFA untuk menjadi Hygiene Officer dan aktif sebagai Security Officer AFC. 

Selain berkarier di dunia keamanan sepak bola, Nugroho juga menjadi konsultan ahli di bidang manajemen pengamanan di PLN, Sucofindo, dan perusahaan-perusahaan penyedia jasa keamanan lainnya.

Baca juga: Doakan Korban Tragedi Kanjuruhan, Kiai Said Aqil Siroj: Saatnya Taubat Nasional

Tak hanya itu, Nugroho juga menjadi pengajar sertifikasi untuk manajer keamanan.

Karier Nugroho di PSSI telah berakhir, kini ia diangkat oleh FIFA untuk menjadi Hygiene Officer.

Nugroho kini juga aktif sebagai Security Officer AFC dan ditugaskan untuk match AFC.

Baca juga: Masa Penundaan Liga 1 2022/2023 Pasca-tragedi Kanjuruhan Bertambah, LIB: Ditunda Selama 2 Pekan

Tanggapan Nugroho soal Tragedi Kanjuruhan

Dilansir Kompas.com, Nugroho mengaku menyayangkan terjadinya kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, setelah berakhirnya laga Arema FC dengan Persebaya Surabaya.

Karena menurut Nugroho, kerusuhan tersebut sebenarnya bisa dikalkulasi, diprediksi, dan dimitigasi.

Berita Rekomendasi

"Saya menyesali sekali hal tersebut terjadi, karena sebenarnya semua itu bisa dikalkulasi dan diprediksi, kemudian dimitigasi. Ada satu mekanisme yang secara umum di manajemen adalah risk management untuk membuat suatu mitigation plan," kata Nugroho, dilansir Kompas.com, Senin (3/10/2022).

Nugroho menilai, ada tiga poin yang harus diantisipasi dalam penyelenggaraan pertandingan.

Dalam foto yang diambil pada 1 Oktober 2022 ini, sekelompok orang menggendong seorang pria usai pertandingan sepak bola antara Arema FC dan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. - Sedikitnya 127 orang tewas di sebuah stadion sepak bola di Indonesia pada akhir 1 Oktober ketika para penggemar menyerbu lapangan dan polisi merespons dengan gas air mata, yang memicu penyerbuan, kata para pejabat. (Photo by AFP)
Dalam foto yang diambil pada 1 Oktober 2022 ini, sekelompok orang menggendong seorang pria usai pertandingan sepak bola antara Arema FC dan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. - Sedikitnya 127 orang tewas di sebuah stadion sepak bola di Indonesia pada akhir 1 Oktober ketika para penggemar menyerbu lapangan dan polisi merespons dengan gas air mata, yang memicu penyerbuan, kata para pejabat. (Photo by AFP) (AFP/STR)

Baca juga: Sayangkan Tragedi Kanjuruhan, Dede Yusuf: Penggunaan Gas Air Mata Tidak Diperbolehkan

Yakni kesamaan persepsi pengamanan di antara semua stakeholder, kondisi infrastruktur, serta supporter behaviour.

"Poin yang kesatu adalah kesamaan persepsi pengamanan di antara semua stakeholder. Yang kedua adalah kondisi infrastruktur, ini harus dilakukan assessment. Yang ketiga adalah supporter behaviour itu sendiri yang harus kita engineering," terang Nugroho.

Kemudian setelah ketiga poin tersebut tersinkronisasi, maka akan bisa dilakukan penilaian risiko yang menghasilkan sebuah rencana pengamanan yang disetujui bersama, atau agreed behaviour and procedure.

"Ketiga aspek ini harus tersinkronisasi, dan ketika kita melakukan penilaian risiko atau risk assessment, kita akan akan menghasilkan sebuah rencana pengamanan yang disetujui bersama, jadi suatu agreed behaviour and procedure."

Baca juga: Inisiator GNK Sampaikan Keprihatinan dan Kecam Tragedi Maut di Kanjuruhan

"Nah, sinkronisasi ini mungkin yang tidak terjadi. Mungkin ketika risk assessment dilakukan, kesimpulannya menjadi keputusan yang tidak populer, misalnya pertandingan dilakukan di siang hari, dengan pembatasan jumlah penonton, dan lain-lain. Pasti tidak populer dan tidak memenuhi aspek revenue," ungkapnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas