Investigasi Tragedi Kanjuruhan dari The Washington Post: 40 Amunisi Ditembakkan dalam 10 Menit
The Washington Post melakukan investigasi terkait tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan. Mereka menemukan 40 amunisi ditembakkan oleh polisi.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Sri Juliati
Dua menit berselang setelah pemain Arema FC dan Persebaya diamankan, pihak pengamanan menjaga pintu keluar dan memulai mendorong mundur ratusan suporter tersebut.
Hal ini menyebabkan suasana dengan cepat menjadi tidak kondusif.
Personel pengamanan mulai memaksa mundur suporter menuju ke tribun 11, 12 dan 13 dengan cara menendang dan memukul mereka dengan pentungan dan tameng.
Tindakan ini menyebabkan beberapa suporter terjatuh ketika akan memanjat pembatas besi untuk kembali ke arah tribun.
Kemudian sekitar pukul 21.50 WIB, polisi mulai menembakkan gas air mata dan granat asap.
Baca juga: Kata Kapolri soal Pintu Gate Kanjuruhan, Tak Dijaga hingga Sebut Ada Besi Hambat Supporter Keluar
Asap yang keluar pun membuat para penonton berpindah ke arah tribun selatan berdasarkan video yang tersedia.
Menurut penonton yang berada di tribun 9 dan 10, mereka mengalami batuk dan mengeluarkan air mata setelah ditembakannya gas air mata dan granat asap.
Sementara di tribun 12 dan 13, banyak orang terkena efek dari gas air mata dan granat asap yang ditembakkan.
Selain itu terdengar pula tangisan para penonton yang berada di tribun 13.
Lantas ketika gas dan asap berhembus ke arah tribun 12 dan 13, banyak penonton melompat menuju ke arah lapangan untuk keluar dari stadion.
Kejadian ini diketahui The Washington Post dari kesaksian 10 orang yang diwawancarai.
Tak cukup sampai di situ, polisi kembali menembakkan gas air mata ke arah selatan stadion dan beberapa tembakan mengarah langsung ke arah tribun.
Menurut aktivis HAM, Ranto Sibarani, polisi menembakkan gas air mata hingga gas asap secara sporadis tanpa adanya strategi yang jelas.
Ia juga mempertanyakan ketidakjelasan siapa yang berwenang dari pihak aparat saat penembakan gas air mata dilakukan.