Wamenkumham: Era Disrupsi Tidak Bisa Ditangani KUHP yang Usianya Sudah Lebih dari 200 Tahun
Edward Omar Sharief Hiariej mengungkapkan setidaknya tiga alasan mengapa RKUHP harus segera disahkan.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, PALANGKARAYA - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharief Hiariej mengungkapkan setidaknya tiga alasan mengapa Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) harus segera disahkan.
Pria yang akrab disapa Eddy itu menjelaskan satu diantaranya adalah KUHP yang saat ini digunakan masih berorientasi pada aliran klasik.
KUHP yang dipakai aparat penegak hukum saat ini, kata dia, adalah KUHP yang dibuat pada tahun 1800.
Ia menjelaskan jika dihitung dari dibuatnya berarti KUHP yang saat ini digunakan sudah berusia 222 tahun.
Jika dihitung dari saat diberlakukan di Indonesia sejak tahun 1918, kata dia, berarti usia KUHP yang sekarang digunakan sudah 104 tahun.
Baca juga: Pakar Hukum Berharap RUU KUHP Segera Disahkan
Kalau dihitung dari Indonesia merdeka, lanjut dia, berarti usia KUHP sudah 77 tahun.
Sedangkan kalau dihitung dari tahun dimulainya RKUHP dirancang para pendahulu pada tahun 1958 berarti usianya sudah 64 tahun.
Artinya, lanjut dia, RKUHP bukan benda yang tiba-tiba turun dari langit, tapi merupakan suatu proses panjang dan bukan berada pada suatu lorong gelap tanpa mendengar aspirasi dari publik.
Alasan kedua, kata dia, KUHP yang saat ini digunakan di Indonesia sudah ketinggalan zaman.
Oleh karena itu, kata dia, pengesahan RKUHP adalah semata-mata adalah untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
Hal tersebut disampaikannya dalam acara Kumham Goes To Campus di Universitas Palangka Raya pada Rabu (26/10/2022).
"Dunia telah berubah. Apalagi pada saat ini kita sudah memasuki era 5.0, era disrupsi, yang sudah barang tentu ini tidak bisa ditanggulangi KUHP yang usianya sudah lebih dari 200 tahun," kata Eddy.
Alasan ketiga, kata dia, adalah persoalan kepastian hukum.
Ia mengatakan antara satu terjemahan KUHP dengan terjemahan yang dilakukan oleh para ahli berbeda-beda.
Dengan demikian, kata dia, sangat berbahaya bagi kepastian hukum karena tidak diketahui mana yang benar dari terjemahan-terjemahan tersebut.
"Sementara saya yakin dan percaya kita belum pernah membaca naskah aslinya. Jadi seandainya naskah aslinya saja kita belum pernah membaca, lalu mana kita bisa tahu mana terjemahan yang benar," kata Eddy.
"Ini adalah tiga alasan mengapa kita harus mengesahkan RKUHP dalam waktu sesegera mungkin," sambung dia.